Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah yang dilaksanakan di Surakarta tanggal 18-20 November telah usai dua pekan lalu. Dari hasil Muktamar terpilih 13 nama formatur yang kemudian menetapkan kembali Haedar Nashir dan Abdul Mu'ti sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah periode 2022-2027.
Salah satu yang membanggakan dari pelaksanaan Muktamar adalah proses pemilihan pimpinan yang berjalan aman, damai, serta penuh khidmat. Tanpa ada konflik, riuh intrik, apalagi intervensi politik. Muhammadiyah mampu mengajarkan keteladanan pada bangsa Indonesia dalam melakukan suksesi kepemimpinan. Pemilihan menggunakan e-voting juga menunjukkan kelas sebagai oganisasi modern yang melangkah maju.
Termasuk hal bersifat seremonial yang menampakkan keseriusan panitia dalam menyiapkan agenda terbesar persyarikatan. Pembukaan meriah di Stadion Manahan, kemegahan Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), theme song Derap Berkemajuan yang viral di media sosial, hingga keberadaan Ojek-Mu sebagai layanan transportasi bagi peserta dan penggembira, yang sekaligus membuka lapangan kerja bagi warga Surakarta.
Terpilihnya Haedar Nashir
"Kepemimpinan di Muhammadiyah kolektif kolegial, sebagai ketua umum saya hanya sejengkal didepankan dan seinci ditinggikan" --Haedar Nashir
Terpilihnya kembali Haedar Nashir sebagai Ketua Umum mengingatkan pada ucapan Beni Pramula (Ketua Umum DPP IMM 2014-2016) bahwa kepemimpinan di Muhammadiyah perlu sedikit karakternya M. Amien Rais, Ahmad Syafii Maarif, serta Din Syamsuddin. Perpaduan antara negarawan, ulama, dan akademisi. Di mana sejauh ini sosok tersebut ada pada Haedar Nashir.
Latar belakang keluarga santri dengan ayah seorang kyai, serta pernah mengenyam pendidikan pesantren membuat keulamaan Haedar tak diragukan. Demikian pula jejak akademiknya, meraih gelar magister dan doktor di Universitas Gajah Mada (UGM), menjadi dosen sejak tahun 1992, hingga dikukuhkan sebagai guru besar tahun 2019 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Sementara kenegarawanannya tampak dari sikap dalam menghadapi setiap persoalan. Ketika ramai seorang menteri yang mengklaim salah satu kementerian ditujukan khusus untuk ormas tertentu, Haedar berbicara mengajak para pejabat agar akil baligh dalam bernegara. Termasuk ketegasan dalam merespon narasi Islamofobia yang masih berkembang di Indonesia.
Namanya juga dipuji oleh intelektual Yudi Latif karena mampu memainkan peran penting sebagai seorang moderat autentik. Di tengah gempita polarisasi politik, Haedar Nashir sering tampil ke ruang publik menjadi figur teladan mengajak elite dan seluruh warga bangsa agar beranjak ke tengah, menghentikan pertikaian, serta tak terpecah belah karena kontestasi politik elektoral lima tahunan.
Sikap tengahan Haedar menurut Yudi Latif, bukan tengah tanpa prinsip melainkan sikap tengahan yang benar, berada di orbit yang proporsional. Yang dengan itu posisinya sebagai lembaga persyarikatan tidak jatuh terjerembab sebagai organisasi politik, sebab organisasi masyarakat memang harus menjaga jarak dari politik, sehingga dengan cara itu marwah organisasi yang dipimpinnya bisa tetap terjaga.