Lihat ke Halaman Asli

Alyssa Diandra

Dokter Umum

Yuk, Kita Hadapi Adiksi

Diperbarui: 26 Juni 2024   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adiksi atau kecanduan merupakan suatu kondisi yang tidak mudah untuk dihadapi bagi penderita maupun keluarganya. Berbagai macam kerugian mungkin sudah dialami penderita, namun penderitanya seperti tidak kapok. Setiap ada masalah pencetus atau menemukan "tanda" dari objek yang dicandu maka langsung kembali pada kondisi kecanduannya atau kambuh. Menghadapi seorang dengan kecanduan seringkali melelahkan bagi keluarga terutama jika kerap kali kambuh. Penderita juga seringkali sadar akan masalah kecanduan serta kerugian yang ditimbulkan, namun tidak mampu melawan kecanduan yang dialami. Kini, kecanduan tidak hanya tentang alkohol dan narkoba saja, masalah perilaku seperti judi, internet, seks kini kerap kali ditemukan.

Apa yang menyebabkan seseorang kecanduan?

Meski kecanduan dapat terjadi pada siapa saja, kenyataannya tidak semua orang mengalami kecanduan. Kecendrungan genetik seperti orang tua yang memiliki riwayat kecanduan alkohol atau narkoba juga dapat meningkatkan risiko. Berdasarkan Skema Adiksi yang disusun oleh Harris, rasa sakit atau nyeri adalah hal yang mendasari seseorang rentan kecanduan. Ada 5 penyebab rasa sakit atau nyeri yang menyebabkan seseorang mengalami ketidaknyamanan dalam hidupnya dan akhirnya meningkatkan risiko kecanduan yakni

  • Faktor fisik seperti nyeri pada bagian tubuh tertentu baik akibat penyakit tertentu atau trauma
  • Faktor mental seperti depresi, cemas
  • Faktor emosi seperti pengkhianatan, pengabaian, penolakan, atau kemarahan
  • Faktor sosial seperti penarikan diri atau isolasi, kesepian atau diabaikan
  • Faktor spiritual seperti perasaan hampa, merasa tidak memiliki tujuan hidup

Sepanjang hidup, faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam hidup kita. Namun, jika kita tidak memiliki faktor pendukung yang baik untuk membantu kita menghadapi penyebab rasa sakit tersebut, objek kecanduan seringkali hadir sebagai "penyembuh" yang cepat.

Misalnya seorang remaja yang memilih game online untuk "menyembuhkan" rasa sakitnya karena ia merasa baik di rumah tidak ada yang mendengarkan dan selalu dikecilkan serta di sekolah juga tidak memiliki banyak teman atau prestasi yang memadai. Sedangkan ketika ia bermain, ia merasa lebih baik dengan pencapaian dari permainannya dan mendapatkan teman dari forum percakapan daring dari game tersebut. Contoh lain misalnya seorang pria yang cenderung memilih alkohol ketika sedang mengalami masalah karena menurutnya alkohol membuatnya lebih tenang, melupakan masalahnya sesaat dan memudahkannya untuk tidur.  

Kemudian seiring dengan rasa nyaman yang ditimbulkan dan masalah yang tidak selesai, seseorang akan terus kembali ke "penyembuhnya" dan akhirnya sulit mengontrol perilakunya. Pada kecanduan terutama yang sudah bersifat jangka panjang, struktur otak juga berubah sehingga semakin sulit penderita mengendalikan kecanduannya.

Penderita mungkin sudah mendapatkan banyak kerugian dari kecanduannya, baik dari aspek kesehatan (misalnya gangguan hati akibat alkohol), finansial (misalnya hutang yang besar), sosial (misalnya relasi yang memburuk), pekerjaan atau sekolah, atau hukum. Namun, kerugian ini juga merupakan sumber rasa sakit baru yang berisiko meningkatkan kecanduannya. Akhirnya siklusnya terus berputar hingga terdapat hal lain yang memutus dan membangun kebiasaan baru yang lebih baik. Jika siklus ini terus berlangsung  bersama dengan rasa frustasi penderita akan kondisi dan kerugian yang ditimbulkan, dapat memicu bunuh diri. 

Faktor pendukung dalam menurunkan risiko seseorang kecanduan dapat berupa faktor yang berasal dari dalam maupun luar diri seseorang. Kemampuan menghadapi masalah atau mekanisme koping yang baik, memiliki sistem dukungan baik fisik maupun mental yang baik, serta tidak mengalami masalah kesehatan mental yang aktif atau kambuh menjadi beberapa contohnya.  

Bagaimana menangani kecanduan?

Kecanduan memang sulit dihadapi namun bukan tidak bisa pulih. Masa terapi yang dibutuhkan seringkali cukup panjang terutama jika kecanduannya juga sudah lama. Konsultasi dengan psikiater dapat membantu dalam mengatasi kecanduan serta mempersiapkan diri agar tidak mudah kambuh. Penanganannya juga membutuhkan kerjasama semua pihak baik dari pemerintah hingga unit terkecil yakni keluarga.

  • Pencegahan

Tujuan dari fase pencegahan ini tentunya adalah jangan sampai seseorang yang belum pernah kecanduan jatuh dalam kondisi kecanduan. Edukasi untuk khalayak umum dari berbagai media baik televisi, radio, media sosial merupakan salah satu cara. Edukasi ini juga dapat dilakukan di lingkungan sekolah maupun pekerjaan. Selain itu, pada lingkungan sekolah, bimbingan konseling juga dapat berkontribusi membantu terutama jika menemukan siswa yang berisiko.

  • Terapi

Jika seseorang sudah mengalami kecanduan, maka diperlukan penanganan agar kerugian yang dialami tidak semakin buruk. Penanganan secara medis melalui psikiater seirngkali dapat membantu masalah kecanduan. Pada kondisi kecanduan narkoba, seringkali dibutuhkan terapi medis seperti terapi substitusi dimana keperluannya pun membutuhkan penilaian dokter. Lalu, jika ada masalah gangguan jiwa lain yang menyertai juga dapat ditangani. Dari aspek rohani atau agama juga dapat membantu dalam terapi.

  • Pencegahan kekambuhan atau relapse

Masuk dalam masa pulih bukan berarti masalah selesai. Seringkali kekambuhan menyertai terutama bulan-bulan awal pemulihan. Kehidupan tetap akan membenturkan kita terhadap rasa sakit. Oleh karena itu, perlu dibentuk resiliensi, kemampuan untuk menghadapi masalah, sehingga penderita tidak masuk ke dalam siklus kecanduan ketika rasa sakit itu muncul. Belajar memahami diri, memahami penyebab dan tanda akan kekambuhan, mencari kegiatan atau hobi lain serta membentuk dukungan dari lingkungan sekitar penting dilakukan sebagai faktor pertahanan menghadapi masalah. Adanya komunitas sesama pecandu seringkali membantu karena seseorang akan lebih merasa dipahami dan turut memunculkan harga diri serta semangat positif untuk tetap pulih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline