Masalah penyalahgunaan narkoba masih menjadi permasalahan yang membutuhkan perjalanan panjang untuk diatasi, meskipun data BNN pada tahun 2023 telah menunjukkan penurunan prevalensi sebesar 0.22% dibandingkan tahun 2021. Selain itu, masalah populasi penyalahguna terbesar yang datang dari usia produktif semakin meningkatkan urgensi penanganan. Oleh karena itu, kerja sama semua pihak dibutuhkan untuk menyukseskan generasi emas Indonesia 2045.
Dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkoba juga tidak sedikit karena tidak hanya berhubungan dengan si pemakai itu sendiri, namun juga keluarga terkait. Bulan lalu, ada pasien dengan masalah kesehatan fisik yang juga dalam keadaan putus zat (withdrawal) juga sehingga keluarga merasa marah, kecewa dan dikhianati sehingga memutuskan untuk tidak perlu melanjutkan pengobatan.
Ada juga kasus lain dimana seorang dengan riwayat menggunakan narkoba cukup lama yang akhirnya memutuskan untuk berobat demi memperbaiki masa depan. Jika mendengar kasus yang kedua, tentu ada perasaan senang dan optimis. Hanya saja, ternyata pasien sudah mengalami halusinasi pendengaran dan beberapa gejala gangguan jiwa lainnya sehingga meningkatkan kompleksitas pengobatan.
Sekilas tentang penyalahgunaan narkoba
Penyalahgunaan narkoba jangka panjang dan atau sejak dini dapat menyebabkan perubahan fungsi otak. Kemampuan berpikir, persepsi terhadap lingkungan, perilaku dan gerakan tubuh dapat berubah. Meskipun begitu, tetap saja banyak orang melakukan penyalahgunaan narkoba. Interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan menjadi faktor risiko yang meningkatkan terjadinya penyalahgunaan dan ketergantungan (adiksi). Beberapa faktor ini yakni
- Mempunyai kecendrungan sikap suka mengambil tindakan tanpa berpikir panjang (impulsif)
- Menjadikan obat atau zat sebagai mekanisme koping untuk menghadapi nyeri, cemas, takut, kesendirian atau perasaan negatif lainnya
- Pengaruh dari lingkungan sekitarnya
Selain memberikan dampak pada aspek ekonomi, fungsional dan sosial seseorang, penyalahgunaan narkoba dapat juga meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa.
Psikosis dan penyalahgunaan narkoba
Psikosis merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya halusinasi dan atau delusi. Gejala psikosis ini dapat muncul pada berbagai penyakit gangguan jiwa dari depresi, bipolar, hingga skizofrenia. Adanya gejala ini dapat menyebabkan kemampuan membedakan realita terganggu yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kekerasan ataupun bunuh diri.
Penyalahgunaan narkoba juga dapat meningkatkan risiko terjadinya psikosis. Beberapa contoh narkoba yang penggunaannya berisiko tinggi timbulnya psikosis yakni ganja, golongan stimulan seperti kokain dan amfetamin, golongan halusinogen (menimbulkan halusinasi) seperti LSD (Lysergic acid diethylamide).
Penggunaan jangka panjang, terutama lebih dari 5 tahun, dapat meningkatkan terjadinya psikosis. Selain itu, gejala psikosis juga dapat muncul selama penggunaan obat dan bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini dapat terjadi akibat efek zat pada struktur dan fungsi otak.
Contoh lain seperti amfetamin dan kokain dimana penggunaannya dapat mengubah zat kimia otak (neurotransmitter) terutama dopamin, sehingga meningkatkan risiko gejala psikosis, salah satunya halusinasi pendengaran.