ALYA ZAHIYAH MUKHBITA/191241180
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang penyebarannya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan menjadi kasus cukup serius di dunia. Sejarah mencatat untuk pertama kalinya, wabah dengue terjadi tahun 1780-an di wilayah Asia, Afrika, dan Amerika, kemudian tahun 1953 di Filipina. Ekspansi demam dengue terjadi secara cepat di kawasan Asia Tenggara, penyakit tersebut berhasil mengguncang Indonesia pada kasus pertama tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Sebagai penyakit baru, data menunjukan angka cukup tinggi yaitu sebanyak 96 kasus dengan 56 orang terkonfirmasi DBD dan 16 di antaranya meninggal dunia. Sejak saat itu, kasus DBD di Indonesia makin bertambah setiap tahun, bahkan di beberapa daerah lonjakan kasusnya menjadikan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kasus DBD di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2016 dengan catatan sebanyak 204.171 kasus terkonfirmasi DBD dan 1.598 di antaranya meninggal dunia. Pada tahun 2017-2021, kasus demam berdarah mengalami tren penurunan, tetapi tetap perlu diwaspadai karena cuaca yang tidak menentu dan jadwal pancaroba makin tidak stabil sehingga berbagai prosedur pencegahan masih digencarkan. Di samping itu, kasus baru tercatat pada 2 April sampai dengan 26 Maret 2024 yang sudah dilaporkan mencapai 53.131 kasus dengan 404 orang tercatat meninggal dunia. Jumlah kasus tersebut menjadi lampu merah Indonesia dalam upaya penanggulangan DBD.
Penanganan kasus demam berdarah mengalami tantangan yang luar biasa. Anomali cuaca yang ekstrem di Indonesia, seperti tingginya curah hujan kemudian diikuti cuaca panas, memberikan lingkungan yang nyaman untuk nyamuk Aedes aegypti berkembang biak. Hal ini, terjadi karena selain kondisi iklim yang mendukung jumlah populasi nyamuk penyebab wabah, lingkungan tidak bersih, aktivitas pembangunan, dan urbanisasi dapat menyebabkan peningkatan perkembangbiakan nyamuk.
Alasan utama kasus DBD terus ada dalam jumlah yang tinggi disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan komitmen masyarakat untuk menerapkan prosedur pencegahan. Di samping itu, tenaga kesehatan mengalami hambatan dalam melakukan penanganan karena fasilitas kesehatan terpadu di lokasi terindikasi DBD yang belum tersebar merata, khususnya di lingkungan pedesaan, sehingga pengobatan belum bisa dilakukan secara optimal.
Menanggulangi hal tersebut, diperlukan langkah konkreat penanggulangan pencegahan DBD. Peranan tenaga kesehatan masyarakat menjadi garda terdepan dalam hal promosi kesehatan anti demam berdarah kepada masyarakat. Selain itu, demonstrasi prosedur 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) oleh pihak Puskesmas dan posyandu harus tetap digencarkan sebagai langkah awal pemberantasan sarang nyamuk. Penyuluhan pentingnya vaksinasi juga dilakukan secara berkala kepada khalayak agar secara individu, masyarakat sudah memiliki jaminan perlindungan diri dari penyakit DBD. Di samping itu, peranan pemangku adat sangat diperlukan dalam menyuarakan rutinitas kegiatan gotong royong kepada warga setempat agar lingkungan tetap bersih dan nyaman serta mendorong kesadaran masyarakat agar peduli dengan pola hidup bersih dan sehat.
Hubungan antara tenaga kesehatan dan masyarakat dalam hal penanggulangan penyakit DBD masih perlu pengkajian dari segala aspek, khususnya psikologis. Dalam memberikan informasi, tenaga kesehatan harus menyampaikan dengan sopan dan ramah kepada sasaran. Selain itu, tenaga kesehatan harus mampu memahami keadaan serta menghargai latar belakang sasaran sehingga masyarakat mampu mengerti informasi yang diberikan khususnya perihal penanggulangan penyakit demam berdarah. Dengan demikian, hubungan bersinergi mampu dibentuk guna mewujudkan Indonesia yang siap melawan Demam Berdarah Dengue.
"KATA KUNCI: Deunge, Kesehatan, Masyarakat"