Tingginya konsumsi energi yang mencapai 909,24 juta barel (2021) tidak diikuti dengan ketersediaan bahan baku karena bersifat tidak dapat diperbarui. Solusi adalah beralih untuk menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang terbuat dari bahan organik seperti biomassa karena jumlah bahan baku yang melimpah dan penggunaannya dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Salah satu bahan bakar berbasis biomassa yang dapat dimanfaatkan untuk energi adalah slurry fuel.
Biomassa sebagai bahan baku perlu dipirolisis terlebih dahulu selama 2 jam pada suhu 500°C sehingga akan dihasilkan biochar dan bio-oil. Sifat biochar dan bio-oil akan berbeda dari tiap biomassa.
Pembuatan slurry fuel diperoleh dengan mencampurkan biochar, bio-oil, dan emulsifier. Komposisi bahan-bahan tersebut akan mempengaruhi sifat rheology slurry fuel yang juga berdampak pada fase penyimpanan, pemompaan, dan penyemprotan. Pengujian terkait sifat tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui komposisi terbaik sehingga dapat dihasilkan slurry fuel yang efektif.
Pengamatan yang dilakukan penulis yakni uji densitas menggunakan piknometer, uji viskositas viscometer, dan uji stabilitas dengan menghitung berat awal slurry fuel dan berat setelah didiamkan selama 3 hari. Hasil viskositas terendah pada komposisi 15% untuk tongkol jagung 3,350 mPa·s.
Hasil densitas terendah pada komposisi 15% untuk sampel tongkol jagung sebesar 1.08 gr/ml. Nilai stabilitas sebesar 0,781 untuk sampel tongkol jagung. Slurry fuel dengan sifat rheology terbaik adalah komposisi 15% dan berasal dari biomassa tongkol jagung karena memiliki nilai kalor tertinggi lebih dari 1.100 cal/gr.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H