Lihat ke Halaman Asli

Hanya Menjadi Kenangan

Diperbarui: 7 Februari 2021   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Malam itu hujan turun dengan derasnya. Membasahi tanah dan membuat genangan kecil di jalanan yang berlubang. Beruntungnya hujan kala itu hanyalah hujan besar biasa, tidak ada angin yang besar juga tidak menampakkan kilat-kilat menggelegar yang bisa membuat orang-orang disekitarnya ketakutan.

Jalanan terlihat sepi. Hanya ada beberapa kendaraan saja yang masih berlalu lalang. Dari kejauhan terlihatlah sebuah bis yang berhenti di pinggir jalan. Seseorang turun dari bis itu. Supir bis pun kembali melajukan kendaraannya setelah penumpangnya turun. Orang itu mengambil sebuah senter didalam tasnya, dan mulai menyalakannya. Senter itu ia gunakan untuk membantunya menyeberangi jalanan. Karena jika sudah malam begini kendaraan yang lewat sedikit kesulitan untuk mengetahui jika ada orang yang menyeberangi jalan. Apalagi hujan, yang membuat para supir diharuskan untuk ekstra hati-hati dan lebih fokus lagi melajukan kendaraannya.

Orang yang baru saja turun dari bis adalah bernama Rizky. Muhammad Rizky Saputra atau yang biasa dipanggil Iki. Ia adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua kakaknya sudah menikah dan mempunyai anak. Sedangkan adiknya masih duduk di bangku kelas satu di salah satu SMA Swasta di Bandung.

Seiring derasnya air hujan, Rizky mempercepat langkah kakinya agar bisa segera sampai dirumahnya. Untungnya arak antara jalan raya dengan rumahnya tidak begitu jauh.

Disepanjang jalan menuju rumahnya, Rizky tidak bertemu satu orang pun padahal ini masih bisa dibilang belum terlalu malam untuk beristirahat. Adzan isya terdengar berkumandang beberapa menit yang lalu. Mungkin karena hujan hari ini yang sangat deras, membuat warga di sekitarnya lebih memilih berdiam diri bersama keluarganya masing-masing di dalam rumah.

Basah sudah semua pakaian yang dikenakannya. Ia tidak mempunyai payung atau bahkan jas hujan untuk melindungi dirinya dari derasnya hantaman air hujan. Hanya sebuah jaket kain biasa yang saat itu ia kenakan. Tas yang ia pakai ukurannya kecil sehingga untuk melindungi semua isinya ia cukup memeluk erat tas itu di depan dadanya agar tidak kebasahan. Sebab hanya itu satu-satunya tas yang ia punya untuk membawa semua keperluannya bekerja. Semenjak putus sekolah ia tidak pernah dibelikan lagi tas atau bahkan sengaja membeli tas untuk dirinya. Jika bukan karena pemberian dari Kakaknya, mungkin sampai saat ini ia belum mempunyai tas kecil itu.

"Assalamualaikum." Ucap Rizky setelah memasuki rumahnya.

"Waalaikum salam." Jawab ibu bapaknya yang saat itu tengah menikmati sepiring singkong rebus.

"Kenapa tidak neduh dulu Ki? Baju kamu basah semua"

"Nanggung Bu, takutnya hujannya malah semakin besar. Lebih baik Iki langsung pulang saja"

"Iya tapi Ibu khawatir kamu masuk angin kalau kamu hujan-hujanan seperti ini"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline