Ketika seorang pria dan wanita dewasa memutuskan untuk menjalin ikatan pernikahan, maka terdapat keinginan bagi mereka untuk memiliki keturunan. Keturunan yang diharapkan dapat membuat sebuah keluarga menjadi lebih harmonis dan bekerja sama dalam setiap harinya serta menunjang kebutuhan duniawi dan akhirat. Namun, pada beberapa wanita mengalami kesulitan untuk mendapatkan keturunan secara alami. Hal ini lah yang mendasari beberapa pasangan suami istri untuk menggunakan "sewa rahim/ibu pengganti" atau surrogate mother seperti yang baru -- baru ini dilakukan oleh pasangan Priyanka Chopra dan Nick Jonas.
Seperti yang dijelaskan oleh Fred Ameln bahwa surrogate mother atau ibu pengganti adalah seorang wanita yang mengikat dirinya dalam suatu ikatan perjanjian dengan pihak lain (biasanya suami-istri) untuk mengandung setelah dimasukkannya penyatuan sel sperma laki -- laki dan sel telur perempuan (ovum) yang pembuahannya dilakukan di luar rahim sampai melahirkan sesuai kesepakatan dengan menyerahkan bayi tersebut kepada pihak suami-istri dan mendapatkan imbalan berupa materi yang telah disepakati. Metode ini merupakan hasil dari perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan yang pada praktiknya sudah ada di Indonesia.
Dilansir dari detik.com, seperti yang dikatakan oleh Agnes Widanti seorang aktivis perempuan dalam seminar "Surrogate mother (Ibu Pengganti) Dipandang dari Sudut Nalar, Moral, dan Legal" di Ruang Teater Thomas Aquinas, Universitas Katolik Soegiyapranata Semarang, Jl Pawiyatan Luhur, Sabtu (5/6/2010) bahwa sewa -- menyewa rahim sudah ada dan dilakukan secara diam -- diam dan tidak dipermasalahkan karena dilakukan dengan kekeluargaan. Hal ini terjadi karena di Indonesia belum memiliki hukum yang khusus dan spesifik mengenai surrogate mother yang diatur dalam Perundang -- Undangan.
Seperti yang diketahui bahwa Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, maka dengan adanya praktik surrogate mother ini perlu ditinjau dari segi keagamaan. Sejalan dengan ini, para ulama juga mengharamkan sewa rahim jika menggunakan rahim wanita selain istri, mencampurkan benih antara suami dan wanita lain, mencampurkan benis istri dengan pria lain, atau memasukkan benih yang dibuahi setelah kematian suami-istri (Nabahah, R. S., 2007: 2). Dengan adanya ibu pengganti ini dapat membingungkan status anak yang telah dilahirkan terutama dalam nasabnya.
Dikutip dari Ensiklopedia Indonesia, nasab merupakan ikatan keluarga atau keturunan sebagai hubungan darah, baik karena hubungan darah ke atas (bapak, kakek, ibu, nenek, dan seterusnya), ke bawah (anak, cucu dan seterusnya), maupun ke samping (saudara, pamasn, dan lain - lain). Selain itu juga, fatwa MUI pada tanggal 26 Mei 2006 yang menyatakan bahwa sewa rahim atau ibu pengganti (surrogate mother) adalah haram.
Status dari anak yang dilahirkan menjadi tidak jelas nasabnya harus disandarkan kepada pemilik sel telur atau pemilik rahim (Qaradhawi, Y., 2002: 659). Anak yang sah dan diakui secara agama Islam telah disebutkan dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam yaitu:
- Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah
- Hasil perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Selain dari peraturan di atas, terdapat pula peraturan yang secara tidak langsung menyangkut surrogate mother yang terdapat pada Undang -- Undang Nomro 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berisikan bahwa kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan dengan syarat hasil pembuahan sperma dan ovum ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian pada bidang tersebut. Kemudian pada Pasal 82 ayat (2) butir 1 yang berisikan "Barang siapa dengan sengaja melakukan upaya kehamilan di luar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dipidana dengan denda penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Menurut Thamrin (2014), sewa rahim atau ibu pengganti (surrogate mother) bukanlah tentang persoalan biologis saja, tetapi juga menyangkut kehidupan dan kemanusiaan. Hal ini sesuai dengan prinsip -- prinsip dasar bioetika berdasaekan Universal Declaration on Bioethics and Human Rights (2006) yaitu yang pertama adalah Autonomy and Individual Responsibility (Otonomi dan tanggung jawab individu). Pada sewa rahim (surrogate mother) ini, tenaga medis memberikan hak kepada suami istri untuk melakukan praktik sewa rahim ini dengan tanggung jawab kepada ibu pengganti serta bayi yang akan dilahirkan.
Prinsip dasar yang kedua yaitu Consent (persetujuan) dimana baik dari ibu pengganti maupun pihak suami istri saling membuat persetujuan yang dituangkan dalam ikatan perjanjian mengenai praktik sewa rahim ini. Persetujuan harus dibuat dengan jelas dan dapat dipahami diantara dua pihak sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Dilihat dari segi keagamaan, hukum, dan etika yang ada di Indonesia, praktik surrogate mother ini harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah mengenai hukum yang dibuat jelas dalam peraturan perundang -- undangan.
Hal ini dikarenakan pada praktik ini terdapat perbuatan zina menurut pandangan islam yang disebabkan oleh dimasukkannya hasil pembuahan sperma dan ovum suami istri ke rahim wanita lain dengan perjanjian yang telah disepakati. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga harus memperhatikan mengenai praktik surrogate mother ini karena bertentangan dengan kesusilaan (tidak sesuai norma moral dan adat istidatat serta bertentangan dengan kepercayaan yang dianut salah satu agama besar (Islam) di Indonesia) dan bertentangan dengan ketertiban umum (terjadinya pergunjingan yang mengakibatkan ibu pengganti dikucilkan terlebih lagi apabila ibu pengganti masi gadis atau janda).
Referensi