Lihat ke Halaman Asli

Alya Nadila

Mahasiswa

Rasa Sayang Bapak

Diperbarui: 1 Agustus 2024   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.pexels.com

"Bapak!" panggilku kepada pria paruh baya yang tengah memperbaiki mesin air di rumah. Bapakku serba bisa. Setiap kali ada barang yang rusak, pasti Bapak yang turun tangan untuk memperbaiki dan membuat barang itu seolah tak pernah rusak sama sekali.

"Kenapa, Eyin?" tanya Bapak padaku yang masih berdiri memandangi Bapak dari jarak lumayan jauh. Aku hanya menggeleng, "Nggak apa-apa, Bapak lanjut aja. Eyin nanti mau ajak Bapak main boleh, ya?" Bapak menyetujui ucapanku, "Boleh, Nak. Eyin main di dalam dulu, ya. Selesai ini Bapak main sama Eyin," ucapnya kembali meneruskan berkutik dengan mesin di hadapannya.

Aku terbangun dari tidurku dengan posisi rapi yang sudah berada di kasur. Seingatku, saat menunggu Bapak, aku bermain dengan mainan masak-masakan yang dibeli Bapak dan Ibu untukku. Samar-samar, tetapi aku teringat suara Ibu yang memanggil Bapak untuk memindahkanku ke kasur agar tidurku lebih nyaman.

Ibu yang baru selesai memasak di dapur menghampiriku, "Anak kecil Ibu sudah bangun, ya? Mau main sama Bapak katanya, iya?" tanya Ibu yang kusetujui dengan deheman khas orang yang baru bangun tidur. "Bapak nungguin Eyin, lho, dari tadi. Katanya, Bapak mau ajak Eyin beli susu stroberi yang banyak di pasar."

Kalimat yang keluar dari bibir Ibu membuat ngantukku hilang, "Eyin mau pergi ikut Bapak, Bu!" kataku semangat. Bapak yang berada di luar kamarku seolah mendengar percakapan kami, "Eyin mandi dulu. Kalau tidak mandi, Bapak nggak mau ajak Eyin."

"Bapak! Tungguin Eyin! Eyin mandinya nggak lama," ucapku dengan suara yang lebih besar dari biasanya aku bicara. Terdengar suara tawa kecil dari Ibu yang membantuku untuk bersiap-siap mandi dan pergi membeli susu stroberi bersama Bapak.

♡♡♡

"Sudah cukup belum? Mau beli apa lagi?" tanya Bapak yang tangan kanannya menggandeng tanganku sedang tangan kirinya memegang keranjang merah hasil belanjaan kami.

"Sudah, Pak. Eyin bingung mau beli apa lagi. Besok-besok lagi saja belinya, nanti Eyin batuk terus Bapak nggak kasih Eyin jajan lagi, deh," ucapku yang dibalas tawa kecil oleh Bapak.

Bapak tersenyum sambil mengusap pelan kepalaku, "Pinter."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline