Lihat ke Halaman Asli

alya karin

mahasiswa

Urgensi Mengubah Budaya Kerja Lembur untuk Kesehatan Mental Gen Z

Diperbarui: 6 Juni 2024   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Generasi Z atau Gen Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 memiliki karakteristik unik yang mencerminkan keterhubungan kuat dengan teknologi digital, kepekaan sosial tinggi, serta nilai-nilai inklusivitas dan keberlanjutan. Generasi ini tumbuh dalam era di mana informasi tersedia secara instan, mengandalkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memiliki pandangan progresif tentang isu-isu sosial dan sering mendambakan karier yang bermakna serta seimbang. Namun, terlepas dari kelebihan-kelebihan tersebut Gen Z juga dikenal rentan terhadap masalah kesehatan mental dengan penelitian menunjukkan tingkat stres, kecemasan, dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya.

Saat ini, banyak Gen Z yang sudah memasuki dunia kerja, termasuk di perusahaan korporat yang sering kali menuntut jam kerja lembur atau overtime. Lingkungan kerja yang kompetitif dan tuntutan untuk selalu produktif semakin memperparah masalah kesehatan mental yang mereka hadapi. Kerja lembur tidak hanya mengurangi waktu istirahat dan relaksasi yang sangat dibutuhkan, tetapi juga mengganggu keseimbangan hidup yang esensial untuk kesejahteraan mental. Kesehatan mental yang baik sangat penting berkontribusi pada produktivitas, kreativitas, dan kepuasan kerja. Sebaliknya, masalah kesehatan mental dapat menyebabkan penurunan kinerja, peningkatan absensi, dan tingkat turnover yang tinggi.

Isi

Dampak negatif dari kerja lembur terhadap kesehatan mental Gen Z tidak dapat diabaikan. Salah satu dampak utama adalah peningkatan tingkat stres dan kecemasan. Gen Z yang sudah rentan terhadap tekanan mental, sering kali menemukan diri mereka di bawah beban kerja yang berat dan tuntutan yang tinggi. Kelelahan dan burnout adalah dampak negatif lain dari kerja lembur yang umum dialami oleh Gen Z. Burnout didefinisikan sebagai kondisi kelelahan fisik dan emosional akibat stres kerja yang berkepanjangan sering kali diiringi oleh perasaan sinis dan penurunan prestasi. Tanda-tanda burnout termasuk perasaan lelah yang ekstrem, kehilangan minat atau motivasi dalam pekerjaan, dan penurunan kinerja. Gen Z yang baru memasuki dunia kerja dan berusaha membuktikan diri, sering kali terjebak dalam siklus kerja berlebihan untuk memenuhi ekspektasi. Jam kerja yang panjang dan beban kerja yang berat dapat mempercepat munculnya burnout, mengakibatkan penurunan kesehatan mental dan fisik. Bahaya lainnya adalah gangguan tidur. Jam kerja yang tidak teratur membuat pekerja kurang tidur atau mengalami kualitas tidur yang buruk. Selain itu, hubungan sosial yang memburuk juga merupakan dampak signifikan dari kerja lembur. Jam kerja yang panjang sering kali mengurangi waktu yang bisa dihabiskan bersama keluarga dan teman-teman, yang sangat penting untuk dukungan emosional dan keseimbangan hidup. Hubungan interpersonal yang sehat adalah salah satu faktor penting dalam menjaga kesehatan mental, tetapi kerja lembur dapat menyebabkan isolasi sosial, meningkatkan perasaan kesepian dan depresi. Gen Z, yang menghargai koneksi sosial dan komunitas, bisa merasa terasing dan terisolasi ketika mereka harus mengorbankan waktu sosial mereka untuk pekerjaan.

Untuk mengatasi masalah ini budaya kerja yang mengagungkan lembur harus diubah. Perusahaan perlu mengakui bahwa kualitas kerja lebih penting daripada kuantitas jam kerja. Hal tersebut membutuhkan perubahan paradigma dari manajemen atas hingga karyawan tingkat bawah. Menghargai hasil kerja yang efisien dan efektif daripada sekadar jam kerja yang panjang akan membantu mengurangi tekanan yang dirasakan oleh Gen Z. Pekerjaan seharusnya tidak hanya diukur dari lamanya waktu yang dihabiskan, tetapi dari dampak dan kontribusi nyata yang dihasilkan. Dengan demikian lingkungan kerja yang sehat dan produktif dapat tercipta, mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan karyawan.

Langkah yang dapat dilakukan yaitu perusahaan dapat menerapkan kebijakan kerja yang lebih fleksibel, memberikan dukungan kesehatan mental seperti konseling dan pelatihan manajemen stres, serta mendorong budaya kerja yang menghargai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dengan menciptakan lingkungan kerja yang peduli terhadap kesehatan mental, perusahaan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan karyawan tetapi juga memastikan produktivitas dan kesuksesan jangka panjang. Perubahan ini tidak hanya penting bagi kesehatan mental Gen Z, tetapi juga bagi kemajuan dan keberlanjutan perusahaan di masa depan. Gen Z adalah generasi masa depan tenaga kerja kita, dan investasi dalam kesejahteraan mereka adalah investasi dalam masa depan kita semua.

Penutup

Generasi Z dapat mengalami tekanan kesehatan mental di tempat kerja, terutama dari lembur yang sering kali diperlukan. Pentingnya memperhatikan Kesehatan mental adalah demi kesejahteraan Gen Z serta kesuksesan jangka panjang perusahaan. Dengan menerapkan kebijakan yang lebih fleksibel dan memperhatikan keseimbangan hidup, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif bagi generasi masa depan tenaga kerja kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline