Lihat ke Halaman Asli

Ahok dan Para Neo Machiavelli

Diperbarui: 8 Maret 2017   02:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mereka yang bergelut dalam dunia politik pasti mengenal dan pernah bersentuhan dengan pemikiran Niccolò Machiavelli. Pria kelahiran Florence, Itali 21 Juni 1527 ini adalah seorang filsuf sekaligus politisi Itali yang disegani di Eropa pada masa Renaisance. Beberapa karyanya menjadi referensi para politisi dari dulu sampai sekarang. Misalnya saja Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio (Diskursus tentang Livio) dan  Il Principe (Sang Penguasa). Buku tersebut awalnya ditulis sebagai harapan untuk memperbaiki kondisi pemerintahan di Italia Utara, kemudian menjadi buku umum dalam berpolitik. Salah satu ajaran yang terkenal dalam pemikiran Machiavelli adalah menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan.

Lalu apa kaitannya Machiavelli dengan Pilkada yang ada di Jakarta??

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) putaran kedua, isu agama dimunculkan kembali oleh lawan petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tidak hanya di sosial media, isu tersebut juga mulai bertebaran di masjid-masjid berupa ceramah dan banner-banner dengan tulisan ancaman “ MASJID INI TIDAK MENSHOLATKAN JENAZAH PENDUKUNG & PENISTA AGAMA”.

Beberapa bukti diatas jika kita telisik lebih mendalam, menggambarkan adanya trend politik alaMachiavell di Pilkada Jakarta. Tentu saja yang paling dirugikan dalam persaingan ini adalah kubu petahana yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sebagai orang yang memiliki latar belakang Chinese (minoritas) yang hidup ditengah-tengah masyarakat Jakarta yang beragama Islam (mayoritas), isu tersebut sangat akan mempengaruhi konstituen.  

Bergulirnya isu agama yang dilancarkan oleh lawan politik Ahok ini tentu saja bukan tanpa dasar. Karena beberapa isu yang ‘mereka’ publish untuk menyerang Ahok sama sekali tidak membuat elektabilitas Ahok jeblok. Dan isu agama mereka anggap sebagai senjata yang ampuh untuk menjatuhkan wibawa Ahok.

Sebagai umat Islam terang saja saya merasa malu. Dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, tentu saja mendiskreditkan seseorang dengan isu agama, ras dan lain sebagainya bukanlah sesuatu yang elok dan sangat disayangkan. Bukannya membuat kita menjadi dewasa dalam berpolitik, justru malah menambah kita menjadi sebuah bangsa yang berpikir sempit. Perlu diketahui pada sejatinya demokrasi adalah memberikan kebebasan kepada siapapun seseorang untuk ikut serta menggunakan hak politiknya.   Semoga bangsa ini menjadi lebih dewasa.  Stop politisasi agama!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline