Lihat ke Halaman Asli

Alya Dwi Arianty

Mahasiswa S1 Pendidikan Kimia UNIMUS

Kembalinya Aku dalam Pelukan IMM

Diperbarui: 22 Desember 2024   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dokumentasi pribadi

Perjalanan hidup sering kali membawa kita pada persimpangan-persimpangan yang tak terduga. Setiap langkah, setiap keputusan, seolah membentuk jalan cerita yang penuh kejutan. Bagi saya, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) bukan sekadar organisasi. Ia adalah rumah, tempat di mana saya selalu diterima tanpa syarat, tempat di mana segala keraguan berubah menjadi keyakinan. Hari ini, di salah satu momen bersejarah, yaitu saat pelantikan, saya kembali merasakan hangatnya pelukan IMM. Pelukan yang tak pernah berubah, meski saya sempat memilih untuk menjauh dan menjalani perjalanan pribadi di luar.

Ketika pertama kali bergabung dengan IMM MIPA, saya adalah kader yang penuh semangat, haus akan ilmu, dan berusaha menjadi individu yang taat. Bersama teman-teman, saya menemukan dinamika organisasi yang penuh warna. Setiap tantangan di IMM menjadi pelajaran, setiap keberhasilan menjadi pemantik semangat. IMM tidak hanya mengajarkan kepemimpinan, tetapi juga bagaimana membangun hubungan yang mendalam dan bermakna. Di sana, kami saling mendukung, saling menguatkan dalam suka maupun duka. Namun, seperti halnya perjalanan hidup yang tak pernah statis, perubahan besar pun terjadi. PK IMM MIPA dan PK IMM A.R. Fachruddin dileburkan menjadi satu kesatuan. Transisi ini menjadi masa yang penuh dinamika, tidak mudah bagi banyak pihak, termasuk saya. Setelah merenung dan mempertimbangkan matang-matang, saya memutuskan untuk menonaktifkan diri. Bukan karena kehilangan cinta pada IMM, tetapi karena ada keinginan kuat untuk memperkaya diri, untuk mengejar hal-hal yang dapat membentuk saya sebagai pribadi.

Masa-masa "menjauh" itu menjadi perjalanan yang penuh pencarian makna. Saya mencoba menjelajahi berbagai pengalaman baru, menghadapi tantangan yang sebelumnya tak pernah terbayangkan. Dalam proses itu, ada kekosongan yang perlahan terasa. Saya sering kali teringat pada IMM, pada kehangatan diskusi-diskusi malam, pada canda tawa yang mengisi hari-hari sederhana, pada momen-momen yang membangun semangat dan inspirasi. Seperti ada panggilan yang terus memanggil dari kejauhan, kerinduan yang tak dapat saya abaikan. Ternyata, sejauh apa pun saya mencoba pergi, hati saya tetap terikat pada satu tempat: IMM, rumah yang selalu memberi ruang untuk pulang.

Ketika akhirnya IMM memanggil kembali, saya disambut dengan kehangatan yang sama. Mereka tidak melihat saya sebagai seseorang yang pergi, tetapi sebagai keluarga yang kembali. Bidang SPM, yang beberapa saat lalu mengalami kekosongan, kini menjadi bidang dengan anggota terbanyak. Melihat semangat teman-teman yang begitu menyala, saya merasa terharu sekaligus bangga. IMM tidak pernah kehilangan energi dan kehangatannya. Dalam setiap kegiatan, dalam setiap langkah yang kami jalani bersama, ada keyakinan bahwa Allah selalu menyertai dan memudahkan jalan kami.

Kini, saya tidak hanya kembali sebagai bagian dari bidang tertentu, tetapi juga sebagai seseorang yang ingin berkontribusi lebih besar. IMM mengajarkan banyak hal tentang arti kebersamaan, tentang bagaimana saling mendukung dan tumbuh bersama. Dalam setiap rapat, setiap diskusi, ada semangat yang tak tergantikan. IMM membentuk kami menjadi individu yang tangguh, yang peduli pada masyarakat, yang rendah hati tetapi penuh kontribusi. Ia adalah ruang di mana kami belajar bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain.

IMM adalah ruang penuh getaran yang mengharukan. Bersamanya, saya selalu merasa diterima, selalu merasa memiliki tempat untuk kembali. Bahkan ketika jarak memisahkan, kerinduan pada IMM tidak pernah pudar. Kini, saya menyadari bahwa IMM adalah rumah. Rumah yang tidak pernah menutup pintunya, rumah yang selalu menyambut dengan tangan terbuka, rumah yang tidak hanya memberi ruang untuk belajar, tetapi juga ruang untuk menemukan kembali makna diri.

Saya tidak bisa mengabaikan peran teman-teman dalam perjalanan ini. Mereka adalah inspirasi saya, motivasi yang membuat saya terus melangkah. Melihat antusiasme mereka, keyakinan saya semakin kuat bahwa IMM akan terus berkembang menjadi organisasi yang lebih baik, lebih besar, dan lebih bermanfaat. Semangat ini, saya percaya, adalah cerminan dari dedikasi yang tulus. Semoga, dalam setiap langkah yang kita ambil, Allah selalu meridai.

Terima kasih, IMM, untuk segalanya. Untuk kesempatan kedua, untuk kehangatan yang tak pernah pudar, untuk kebahagiaan yang selalu saya temukan di setiap sudut perjalanan ini. Bersamamu, saya menemukan makna baru dalam hidup. Untuk teman-teman, teruslah bersemangat! Kita tidak hanya membangun sebuah organisasi, tetapi juga menciptakan kenangan yang akan kita kenang sepanjang hayat. IMM mengajarkan bahwa cinta pada organisasi bukan hanya tentang loyalitas, tetapi juga tentang bagaimana kita membuat diri kita lebih baik dan bermanfaat bagi banyak orang.

Setiap langkah dalam perjalanan ini selalu saya iringi dengan doa. Doa agar IMM selalu menjadi tempat yang nyaman, tempat yang melahirkan individu-individu hebat yang mampu membawa perubahan nyata, baik di dalam organisasi maupun di masyarakat luas. IMM, rumah yang tak tergantikan, tempat di mana saya selalu ingin pulang. Saya bersyukur bisa kembali, dan semoga perjalanan ini selalu diridai oleh-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline