Lihat ke Halaman Asli

Alya Dhaya

Saya mahasiswa Syariah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Penipuan dalam Jual Beli Online, Tantangan Hukum Ekonomi Syariah pada Metode Cash on Delivery (COD)

Diperbarui: 1 Oktober 2024   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1. Cari salah satu masalah Hukum Ekonomi Syariah yang ada di tengah masyarakat yang sedang viral

Salah satu kasus lain yang viral dalam masyarakat adalah praktik jual beli online dengan metode "Cash on Delivery" (COD) yang tidak sesuai prinsip syariah. Metode COD ini kadang menimbulkan masalah ketika pembeli merasa barang yang diterima tidak sesuai dengan pesanan, namun pihak penjual tidak mau bertanggung jawab. Banyak kasus di mana produk tidak jelas kualitasnya, atau bahkan tidak sesuai dengan yang diiklankan.

Masalah yang cukup sering muncul di tengah masyarakat adalah penipuan atau ketidaksesuaian barang dalam transaksi online dengan metode COD. Dalam metode ini, pembeli baru bisa membayar ketika barang tiba di rumah mereka, namun mereka belum bisa mengecek kondisi atau kualitas barang sampai setelah pembayaran dilakukan kepada kurir. Masalah sering muncul ketika barang yang diterima tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan atau diiklankan oleh penjual.
   
Contohnya, ada beberapa kasus di mana produk yang diterima berbeda dengan deskripsi di iklan, seperti barang elektronik atau pakaian yang kualitasnya jauh dari yang diharapkan. Dalam beberapa kasus, pembeli merasa tertipu karena penjual tidak memberikan informasi yang akurat tentang barang tersebut, dan setelah pembayaran dilakukan, penjual sulit dihubungi atau tidak mau bertanggung jawab atas keluhan pembeli. Situasi ini menimbulkan ketidakadilan bagi pembeli, yang pada dasarnya dilindungi dalam prinsip-prinsip jual beli syariah.

2. Tentukan apa kaidah-kaidah hukum yang terkait dengan kasus Hukum Ekonomi Syariah yang sedang viral

Kaidah-kaidah hukum yang terkait dalam kasus jual beli online dengan metode COD yang bermasalah ini adalah sebagai berikut:
   - Kaidah larangan gharar: Gharar berarti ketidakjelasan atau ketidakpastian dalam transaksi. Dalam hukum syariah, transaksi harus bebas dari unsur gharar, yang berarti pembeli harus mengetahui dengan jelas kualitas, kuantitas, dan sifat barang yang dibeli. Dalam metode COD, terutama jika penjual tidak transparan atau menyesatkan dalam deskripsi produk, unsur gharar ini sangat mungkin terjadi, di mana pembeli tidak memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang tepat.
   - Hak khiyar (pilihan) dalam jual beli: Pembeli berhak untuk membatalkan transaksi jika barang yang diterima tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Dalam metode COD, seringkali hak khiyar ini terhalang karena barang baru bisa dibuka setelah pembayaran dilakukan.
   - Kaidah larangan tadlis (penipuan): Tadlis berarti penipuan atau penyembunyian informasi yang penting. Penjual yang tidak memberikan informasi yang benar atau menyesatkan pembeli telah melanggar kaidah tadlis. Dalam syariah, transaksi harus didasarkan pada prinsip kejujuran (amanah). Dalam kasus COD yang bermasalah, penjual yang tidak memberikan informasi lengkap dan jujur mengenai produk telah melakukan pelanggaran ini.
   - Kaidah akad yang sah: Dalam setiap transaksi syariah, akad atau kontrak jual beli harus jelas, melibatkan penjual dan pembeli dengan kesepakatan atas objek jual beli yang dijelaskan secara detail. Dalam jual beli syariah, tidak hanya harga yang perlu diketahui oleh pembeli, tetapi juga kondisi barang harus jelas sebelum akad dilakukan. Dalam metode COD, seringkali akad baru dianggap selesai setelah pembeli menerima barang, namun dalam beberapa kasus barang tersebut tidak sesuai yang dijanjikan sehingga akad bisa dianggap cacat.
   - Kaidah larangan riba: Meskipun dalam COD masalah riba tidak selalu muncul, ada potensi bahwa dalam beberapa transaksi terjadi eksploitasi harga yang tidak adil, terutama ketika penjual menambah biaya tambahan yang tidak transparan. Riba di sini bisa dimaknai sebagai bentuk ketidakadilan dalam pembayaran yang merugikan salah satu pihak, yang tidak diizinkan dalam transaksi syariah.

3. Tentukan apa norma-norma hukum yang terkait dengan kasus Hukum Ekonomi Syariah yang sedang viral

Norma hukum yang relevan dengan kasus jual beli online COD adalah:
   - Prinsip kejujuran (amanah): Penjual harus memberikan informasi yang benar dan jujur mengenai barang yang dijual. Informasi ini meliputi kualitas, kuantitas, dan kondisi barang. Jika penjual menyembunyikan cacat atau memberikan deskripsi yang tidak sesuai, maka ia telah melanggar amanah yang merupakan bagian dari etika bisnis dalam Islam.
   - Prinsip keadilan (al-‘adl): Hukum syariah mewajibkan adanya keadilan dalam setiap transaksi ekonomi. Dalam kasus COD yang bermasalah, ada ketidakseimbangan hak antara penjual dan pembeli, di mana pembeli dirugikan karena tidak dapat memeriksa barang terlebih dahulu. Keadilan menuntut agar kedua belah pihak mendapatkan apa yang mereka harapkan dari transaksi, dengan tidak ada pihak yang dirugikan.
   - Prinsip tanggung jawab (mas'uliyyah): Penjual memiliki tanggung jawab untuk memberikan barang yang sesuai dengan apa yang diiklankan. Jika barang tersebut cacat atau tidak sesuai, maka penjual berkewajiban untuk menerima pengembalian barang atau memberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan syariah.
   - Prinsip perlindungan konsumen: Dalam perspektif syariah, pembeli harus dilindungi dari praktik-praktik bisnis yang tidak adil. Norma ini sejalan dengan konsep hukum positif yang melindungi hak-hak konsumen. Pembeli dalam jual beli syariah memiliki hak untuk mendapatkan barang yang sesuai dengan apa yang mereka bayar.

4. Tentukan apa aturan-aturan hukum yang terkait dengan kasus Hukum Ekonomi Syariah yang sedang viral

Aturan hukum yang terkait dengan kasus jual beli online metode COD yang bermasalah ini antara lain:
   - Fatwa DSN-MUI No. 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli Online: Fatwa ini mengatur bahwa dalam setiap jual beli online, harus ada akad yang jelas antara penjual dan pembeli. Fatwa ini juga menekankan pentingnya informasi yang transparan dan akad yang sah menurut syariah. Jika penjual tidak memberikan informasi yang akurat tentang barang, maka transaksi tersebut bisa dianggap tidak sah menurut hukum syariah.
   - Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999: Walaupun ini bukan hukum syariah, undang-undang ini tetap relevan karena memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik penipuan dan perdagangan yang tidak adil. Dalam konteks syariah, undang-undang ini sejalan dengan prinsip keadilan dan amanah yang harus diterapkan dalam setiap transaksi ekonomi   - Hukum perdata tentang jual beli: Dalam konteks hukum Indonesia, perjanjian jual beli diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam hukum syariah, prinsip yang sama berlaku, yaitu bahwa perjanjian harus dibuat berdasarkan kesepakatan yang jelas dan bebas dari unsur penipuan.

5. Bagaimana pandangan aliran positivism hukum dan sociological jurisprudence dalam menganalisis kasus Hukum Ekonomi Syariah yang anda pilih?

   - Pandangan Positivism Hukum: Positivism hukum menekankan pada aturan hukum yang tertulis dan bagaimana aturan tersebut diterapkan. Dalam kasus ini, positivism hukum akan melihat bagaimana fatwa DSN-MUI dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen diterapkan dalam mengatur jual beli online dengan metode COD. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline