Lihat ke Halaman Asli

Penekanan Keperawanan Perempuan Merupakan Bentuk Diskriminasi Gender

Diperbarui: 7 Mei 2022   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam definisi kuno, keperawanan ditunjukkan sebagai representasi perempuan yang belum terlibat dalam aktivitas seksual sehingga sering kali menjadi tolak ukur "kesucian" dari seorang perempuan. Faktanya dalam ilmu kedokteran sendiri tidak ada istilah keperawanan, melainkan hanya konstruk sosial yang dipaksa ada bentuknya.

Tes keperawanan masih menjadi kontroversial meskipun Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sendiri telah menyatakan bahwa pemeriksaan ginekologis terhadap keperawanan melanggar hak asasi manusia. Tes keperawanan umumnya dilakukan dengan inspeksi langsung terhadap hymen di liang vagina untuk melihat adakah indikasi terdapat riwayat aktivitas seksual.

Hymen tidak serta merta diibaratkan seperti tirai yang menutup semua bagian vagina yang koyak dan tembus saat penetrasi. Hymen hanya berupa lipatan tipis jaringan lunak dan pembuluh darah  dengan bentuk, ukuran, dan ketebalan yang bervariasi. Bahkan tidak semua perempuan lahir dengan adanya hymen di vaginanya. Sehingga, pemeriksaan hymen tidak dapat dijadikan rujukan seorang perempuan perawan atau tidak.

Penekanan kepada keperawanan perempuan adalah bentuk dari diskriminasi gender dari segala stereotipe dan konstruksi sosial yang menekankan bahwa perempuan harus tetap perawan tanpa melakukan hubungan seksual.

Gagasan tersebut bukan hanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan terhadap perempuan. Namun juga, dalam kasus korban yang mengalami kekerasan seksual dapat menimbulkan trauma jangka panjang karena penekanan dalam hal "kehormatan" tersebut.   




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline