Lihat ke Halaman Asli

Alya Afifah Ihsan

Pelajar Sekolah

Mintak Ahi Ujan: Kepercayaan Leluhur terhadap Dewa Hulu Sungai

Diperbarui: 1 Maret 2024   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribun Jambi-Edi Januar

Alya Afifah Ihsan, 12 IPS 3, SMA Negeri 3 Kabupaten Tangerang 

Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya tentunya memiliki banyak perbedaan ataupun ragam kehidupan yang dijalani oleh para masyarakatnya. Ini tidak terlepas dengan tradisi-tradisi adat yang dipercayai oleh warga, khususnya yang menempati daerah kental kepercayaan lokalnya terhadap keberadaan dewa yang melindungi kehidupan sehari-hari manusia.

Upacara Mintak Ahi Ujan merupakan tradisi masyarakat Jambi yang masih mengakar hingga saat ini di Desa Dusun Baru Siulak, Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci. Upacara Mintak Ahi Ujan dilaksanakan di pinggir sungai, karena adanya kepercayaan masyarakat setempat bahwa adanya para dewa yang mendiami hulu-hulu sungai. Upacara dipimpin oleh dukun yang dipilih pemilik lahan kebun atau warga-warga. Dukun yang terpilih kemudian memilih kembali orang-orang untuk membantunya mempersiapkan upacara.

Sesuai dengan namanya, diselenggarakannya upacara ini dimaksudkan agar hujan cepat turun sehingga tanaman yang ditanam oleh masyarakat dapat tumbuh dengan subur dan panen berhasil dengan baik.

Isu Skeptisisme terhadap Tradisi Minta Hujan

Tradisi turun temurun Mintak Ahi Ujan sudah menjadi kebiasaan bagi para masyarakat Desa Dusun Baru Siulak apabila terjadi musim kemarau berkepanjangan. Tradisi seperti ini sudah lama tersebar di berbagai daerah Nusantara, termasuk Provinsi Jambi. Tradisi yang sudah mengakar kuat dengan kehidupan sehari-hari warga desa dengan hasil ritual yang belum pasti terwujud.

Terdapat dua pendorong mengapa tradisi ini terus dilanjutkan hingga sekarang, pertama adalah karena adanya kepercayaan layaknya mengabdi kepada Dewa, dan yang kedua adalah sebagai bentuk penghormatan warisan budaya leluhur agar tidak punah.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tentunya tradisi ini tidak lepas dari pandangan skeptis dari orang-orang yang sudah tidak lagi terikat kuat dengan budaya lokal. Warga desa percaya bahwa dengan cara mereka memberikan sesajen kepada Mambang atau dewa yang mengatur air, desa akan mendapatkan hujan sebagai imbalannya.

Profesi seorang dukun sebagai pemimpin upacara adat yang sering dikaitkan dengan hal mistis dan ilmu hitam menjadi penguat bahwa upacara adat ini tidak dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat modern jaman sekarang. Apalagi sudah banyak masyarakat yang sudah memeluk agamanya masing-masing dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan Dewa.

Ritual Leluhur yang Tergantikan

Ramalan Cuaca atau Prakiraan cuaca, adalah penggunaan ilmu dan teknologi untuk memperkirakan keadaan atmosfer Bumi pada masa yang akan datang di suatu wilayah tertentu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline