Lihat ke Halaman Asli

Alya Afifah

Ilmu Politik UIN Jakarta

Gerakan Sosial Baru dalam Mengkampanyekan Isu Perubahan Iklim di Indonesia

Diperbarui: 21 Desember 2022   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: Twitter/adhi_kusumo

Di masa perkembangan industri yang semakin pesat dan tidak teratur ini, dunia mulai mengalami masalah baru yang sama, yaitu permasalahan yang terkait dengan perubahan iklim. Saat ini, keadaan negara-negara di dunia sedang menghadapi tantangan yang sama dalam hal perubahan iklim yang merupakan suatu fenomena perubahan suhu dan pola cuaca. Perubahan iklim ini menciptakan suatu keadaan dimana naiknya suhu bumi yang memberi dampak terhadap keberlangsungan hidup manusia dan lingkungan.

Sejak tahun 1800an pasca revolusi industri, aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil (batu bara, minyak, dan gas) telah meningkatkan emisi gas efek rumah kaca terhadap atmosfer bumi yang mengakibatkan pemanasan global. Pemanasan global inilah yang mengubah pola cuaca, sehingga menyebabkan naiknya permukaan laut dan pengasaman laut. Hal inilah yang dapat disebut sebagai perubahan iklim. Perubahan iklim akan memberikan dampak pada manusia seperti akan mempengaruhi kesehatan kita, terhambatnya proses dalam menanam pangan. 

Indonesia adalah negara yang juga memiliki potensi tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Emisi gas rumah kaca yang disebabkan penggunaan bahan bakar fosil oleh kendaraan bermotor dan aktivitas gas buangan dari industri akan membuat kenaikan suhu bumi, yang kemudian berujung pada naiknya permukaan air laut dan juga menciptakan suatu kondisi panasnya bumi yang akan membuat ancaman kekeringan. 

Maka dari persoalan tersebut, banyak anak-anak muda dan kalangan masyarakat lainnya ikut berpartisipasi dalam gerakan perubahan iklim. Hal ini lah merupakan ancaman nyata bagi Indonesia dari atas dasar kesadaran untuk masyarakat peduli akan lingkungan yang rusak. Tujuan adanya gerakan perubahan iklim agar para pejabat dan elit politik bisa membuka mata dan mengambil tindakan luas untuk mengatasi persoalan perubahan iklim dan membatasi pemanasan global karena akan menentukan nasib bumi kedepannya. 

Meningkatkan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca bukan hanya persoalan teknis semata. Namun lebih pada alasan mendasar berkaitan dengan keadilan antargenerasi. Ketidakmauan masing- masing pihak atau negara untuk segera menyusun kebijakan iklim yang ambisius akan mengakibatkan eskalasi bencana iklim yang terjadi sekarang berpotensi terus meningkat di masa mendatang.

sumber: https://id.globalclimatestrike.net/

Tahun 2019 terdapat gerakan Climate Strike di berbagai 18 kota di Indonesia yang bergabung dalam gerakan Climate Strike International dari 150 negara berjuta-juta orang. Banyak seruan anak-anak muda ikut bergerak bersama menjaga keberlangsungan bumi ini. Gerakan Climate Strike terinspirasi dari seorang aktivis lingkungan muda, Greta Thunberg yang melakukan aksi School Strike for Climate di Swedia pada tahun 2018. Aksi tersebut merupakan para pelajar yang melakukan mogok sekolah untuk menggaungkan pesan peduli lingkungan terkait perubahan iklim.

Gerakan selanjutnya terdapat gerakan Earth Hour yang merupakan upaya global untuk mempromosikan keselamatan gaya hidup yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Gerakan Earth Hour diselenggarakan oleh WWF di Sydney, Australia tahun 2007 yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran global tentang perlindungan alam, mengatasi krisis iklim, dan bekerja sama untuk membentuk masa depan yang lebih cerah bagi kita semua. 

Desakan dari gerakan sosial ini juga agar pemerintah untuk lebih memperhatikan keadaan bumi akibat eksploitasi berlebihan serta emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan oleh standar internasional dalam Paris Agreement. Aspek politis kerap disuarakan oleh para aktivis untuk pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang orientasinya tidak merusak lingkungan. Dan masih banyak gerakan lainnya yang menuntut perubahan iklim dan membatasi pemanasan global di Indonesia. 

Mengingat dampak buruk perubahan iklim sangat terasa sampai sekarang di Indonesia. Seperti halnya kasus banjir pada tahun 2021 lalu di beberapa provinsi seperti Aceh, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Maluku Utara, dan Kota Manado Sulawesi Utara. Banyak orang beranggapan bahwa curah hujan yang tinggi menjadi penyebab dari pemerintah kurangnya kesadaran atas perubahan iklim dan pencemaran yang membahayakan. 

Dari persoalan kasus banjir tersebut banyak membuat lahan resapan dibabat habis oleh para pengusaha akibat dipermudahnya perizinan untuk berbagai kepentingan sendiri. Kasus lain pun seperti penurunan tanah setiap tahunnya melebihi 10 cm kearah laut di Kota Semarang menuju arah Demak. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran atas perubahan iklim akibat industri dan bangunan besar di pesisir pantai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline