Lihat ke Halaman Asli

Alwin Widiyantoro

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Menteri Gagal, Harus Legowo Mengundurkan Diri

Diperbarui: 2 Januari 2022   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Menteri/ngopibareng.id

Ada sebuah pertanyaan dari seorang penanya mengenai karakter pemimpin di tanah air. Dari zaman Presiden Soekarno hingga Presiden SBY, pemimpin itu dilahirkan oleh sejarah atau sejarah melahirkan pemimpin? Jawabannya dua hal tersebut bisa terjadi pada seorang pemimpin. 

Contoh, di barat ada Lenin dan Indonesia ada Soekarno dan Soeharto yang dianggap mempunyai sejarah pemimpin terhadap pembangunan di tanah air. Peristiwa besar bisa melahirkan seorang pemimpin dimasa yang akan datang. Ironisnya, peristiwa yang terjadi di Indonesia pada masa sekarang belum mampu melahirkan sejarah pemimpin atau pemimpin melahirkan sejarah. Lebih lanjut, pemimpin yang ada pada saat ini tidak mampu menciptakan keduanya.

Publik memang tidak meragukan integritas Presiden pada waktu SBY menjabat. Namun, yang jauh merosot adalah tingkat kewibawaan presiden akibat persepsi bahwa SBY kurang desicive, kurang determinan, kurang berani mengambil resiko untuk mengangkat kehidupan rakyat.

Terlebih, terkait gonjang ganjing reshuffle yang hanya menjadi hisapan jempol belaka. Banyak publik berharap ada ketegasan yang diambil SBY saat berpidato. Masyarakat berharap ada perubahan di dalam pemilihan menteri berdasarkan kemampuan bukan karena persoalan koalisi ataupun titipan nama yang diajukan masing-masing partai.

Bila pun harus terjadi reshuffle nantinya, yang pertama menjadi patokan adalah kinerja para menteri, lalu persoalan politik yang berkaitan dengan koalisi partai harus sesuai dengan sistem pemerintahan yang kita anut yaitu presidensial. Jadi, ada koalisi ataupun tidak adanya koalisi sebetulnya presiden tidak boleh tersandera oleh koalisi yang dilakukan parlemen. 

Posisi ini seakan membuat posisi presiden terjebak di dalam permainan koalisi di dalam setgab. Sesungguhnya kabinet sistem presidensial tidak cocok dengan sistem multi partai yang ada di negara ini. Banyak kelemahan di dalam pelaksanaannya, tetapi ada juga yang menuju sukses.

Persoalan yang muncul mau tidak presiden menegakkan sistem presidensial itu. Semua balik kepada mereka yang memegang kekuasaan ataupun pemegang kebijakan di dalam hal ini yaitu lembaga DPR dan MPR. Kalau kita ingin menerapkan sistem presidensial maka presiden harus kuat memegang kendali pemerintahan, tidak boleh dimainkan oleh parlemen.

Oleh karenanya, siapapun presidennya ketika kebijakan pemerintahan yang pro rakyat dibuka di publik, maka dengan sendirinya rakyat bisa melihat dan menilai. Yang mana yang benar dan mana yang salah. Jadi, sistem yang ada pada saat ini boleh dibilang "ngaco" tidak sesuai dengan apa yang kita tetapkan.

Siapapun presidennya, kala memilih dan menetapkan menteri sesuai dengan sistem kabinet ahli, jangan memilih orang-orang yang tidak ahli. Akibatnya seperti ini, banyak ketua partai yang memaksakan diri menjadi menteri, sedangkan mereka tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang sejalan dengan instansi yang mereka pegang saat ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline