Lihat ke Halaman Asli

Korupsi Merupakan Penyalahgunaaan Kepercayaan untuk Kepentingan Pribadi yang Dapat Merugikan

Diperbarui: 10 Juli 2023   06:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

By : Alwi Hidayat Rumalean

Korupsi bukan untuk sekedar dipahami, melainkan untuk ditanggapi. Namun, karena tak ada tanggapan di luar pemahaman, keluhuran cita-cita perlu dirawat dengan pemahaman atas simpangan-siur gejala yang tidak serapi utopia di niruana.

    Arti etimologis itu mengukapkan gambaran tentang adanya korupsi keutuhan, kebaikan dan kebenaran Aali-asali yang telah merosot, dan kemerosotan itu merupakan akibat perbuatan seperti menyuap, menipu, memalsukan, merusak bentuk, dan semacamnya. Pelakunya disebut corrupt orang. Apa yang dianggap sebagai kemerosotan dapat dikenakan pada apa yang menyangkut keutuhan fisik dan integritas moral.

     Dalam khasanah literatur, sangat bisa menjadi proses begini. Dalam rangka meneliti perkara besar seperti keadilan, kebudayaan, atau politik yang tidak punya urusan dengan tema korupsi seorang peneliti "tersandung" topik korupsi. Tanpa mengakomodasi topik itu, masalah penelitian tidak dapat dijelaskan secara memadai. Misalnya, topik korupsi terkesan tidak dilibati para antropologi hingga akhir dekade 1990-an. Rupanya yang terjadi adalah begini titik sejak lama para antropolog meneliti soal nepotisme, mafia, personalisme,kekeluargaan, dan jaringan informal. Dalam rangka meneliti tema-tema yang tidak dimaksudkan terkait langsung dengan soal korupsi itu, mereka tersandung topik korupsi. Dari situ pula Perhatian para antropolog pada topik korupsi berkembang.

Dengan salah satu maksud buku ini adalah menawarkan Horizon yang Rupanya masih kosong dalam studi korupsi di Indonesia, apa yang dengan sadar ditempuh di sini adalah pilihan keluasan. Misalnya, bisa saja fokus diarahkan hanya pada arti korupsi dalam pemikiran Aristoteles, atau Machiavelli, atau tradisi Islam, atau Max Weber, atau paham korupsi dalam kebijakan World Bank. Konsentrasi pada suatu irisan bidang itu sungguh dibutuhkan titik namun, jika tujuannya adalah menyediakan Horizon fokus seperti itu lebih menghasilkan gambaran sebuah 'ruang' ketibang Cakrawala. Apakah dengan itu ke dalam telah dikorbankan? Bukan saya yang berhak menilainya. Untuk sementara, biarlah itu menjadi catat yang sengaja dipeluk.

    Apa yang tersaji dalam buku ini terbentuk dari sumber yang dipinjam dari beragam bidang: studi klasik, sejarah, filsafat moral, politik, teologi, politologi, ekonamika, sosiologi, antropologi, dan beberapa lain. Jika dipres lagi, dua bidang utama telah di dayagunakan sebagai perangkat, ya itu ilmu-ilmu sosial dan filsafat. Ilmu sosial menyangga dengan daya investigatif pola gejala, sedangkan filsafat menopang dengan daya penetrasi makna terutama corak filsafat yang integral dalam teori sosial, politik, dan ekonomi. Dalam proses, meneliti, amat sering terjadi momen termanggu di perbatasan keduanya. Tatkala berada di momen sosial, suntikan suntikan perspektif filsafat sering dilakukan. Ketika dalam momen filsafat, suntikan daya ilmu-ilmu sosial sengaja ditambahkan. Ini untuk bukan mengada-ngada. Setiap pendekatan ilmu hanyalah teropong, bukan gejalanya sendiri. Kalau tujuannya adalah menjelaskan, lebih terjelasnya Apa yang perlu dikejar. Pilihan pendekatan mengabdi pada tujuan itu.

2.1 keluasan Arti, Keterbatasan Definisi.

Mulailah dari definisi. Kata definisi berakar dari kata latin definire, artinya membatasi, menetapkan, mengurung dalam batas-batas tertentu. Tanpa perlu memasuki perdebatan leunistik, definisi menunjuk pada pembatasan arti suatu konsep bagi penyelidikan, tindakan, relasi, dan komunikasi, yang membuat hidup terpahami. Dalam ungkapan ahli studi retorika.

Edward Schippa, definisi membentuk tim awan bersama di antara sekumpulan orang tentang diri mereka, mengenai objek dunia. Salah satu modelnya adalah definisi kamus. Ringkasan nya koma definisi merupakan cara manusia menghidupi dan memberi nama pada dunianya. Melalui definisi, berlaksa-laksa gejala terpahami dan dapat dikomunikasikan. Abraham Kaplan, seorang pemikir yang melewati seluk beluk metode-metodologis ilmu-ilmu manusia, meringkas:

    Tentu saja, persoalan di atas juga dapat dikenangkan pada bidang lain titik sebagaimana kekayaan arti korupsi tidak dapat diwadahi hanya oleh paham konvensional hukum, begitu pula kekayaan konsep korupsi tidak bisa sepenuhnya diwadahi hanya melalui definisi ekonomi, politik, budaya, moral, dan seterusnya. Mengapa? Karena definisi hukum, ekonomi, politik dan sebagainya Itu hanya bahasa spesialisasi untuk menyingkapkan irisan tertentu dari realitas Kompleks. Bahasa spesialisasi sengaja diciptakan untuk mengungkapkan arti dan batasan arti secara cermat mungkin. Tak ada realitas yang pada dirinya disebut ekonomi, politik, hukum, budaya, dan sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline