Lihat ke Halaman Asli

Dua Puluh Empat, Apakah Fikiran Kita Sama?

Diperbarui: 29 Januari 2016   01:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam kemarin saya bertemu dengan ibu-ibu di kondangan tetangga. Di tempat itu pula saya bertemu dengan seorang bapak yang mempunyai pertanyaan serupa. Pertanyaannya sederhana, "mas, kerja dimana? Udah siap nikah apa belum?" wah udah pertanda ni!

Usia 24, tak terasa begitu cepat. Padahal seperti baru kemarin bermain tembak tembakan selongsong bambu dengan bunga jambu sebagai pelurunya. Kalo gak ada bunga diganti sama kertas koran yang diremas remas kemudian di campur air dipotong kecil-kecil. Waktu itu hari penuh dengan kenangan. Dimana hanya ada senyum dan tawa. Walau ada tangis itu karena tembakan saya diambil sama kakak saya dan kembali baikan setelah beberapa detik. Hanya begitu-begitu saja. TK nol kecil,  pada waktu itu.

Sekolah dasar tak kalah hebat untuk dikenang. Masa ini udah mulai kenal yang namanya musuhan. Dan jika itu terjadi maka damai tak secepat di TK. Sampai beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Di masa inilah juga sudah mengenal cinta monyet. cieeee... Kala itu saya punya cinta monyet sama seorang gadis, yaiyalah gadis! kini sudah janda beranak satu. nah lo.... Di zaman ini juga musim dandanan dengan gaya rambut belah tengah (sigar tengah). Seolah menjadi kewajiban pada setiap cowok di kelas. Dan pacaran dengan kakak kelas seolah trend kala itu.

Masa SMP berbeda lagi. Masa ini udah mulai bisa berfikir mana yang benar mana yang salah. Walaupun pada akhirnya kebenaran buat kita justru sebuah kesalahan ataupun sebaliknya. Ya begitulah dunia muda kami waktu itu. Duduk di bangku SMA udah mulai jarang belajar maunya cuma maen terus setiap saat setiap waktu. Nongkrong bareng kawan genk jadi rutinitas wajib. Masa cinta cintaan, bukan cinta monyet lagi tapi cinta kuya! wkwkwkwkwjwjw...

Masa Kuliah, tersesat di Jurusan Pendidikan Matematika. Dimana mau tidak mau siap tidak siap harus saya lewati akhirnya sarjana juga sekitar 2 tahun yang lalu.

Sekarang?

Masih kesana kemari. Ikut proyek sana sini. Kalo istilah kerennya sih freelance, seseorang yang bekerja sendiri dan tidak berkomitmen kepada majikan jangka panjang tertentu.

Istilah freelance pertama kali digunakan oleh Sir Walter Scott(1771-1832) dari Britania Raya dalam sebuah novelnya "Ivanhoe" untuk menggambarkan seorang tentara bayaran abad pertengahan. (Wikipedia)

Pertanyaan-pertanyaan banyak sekali terlontar di usia dua puluh empat dan semua membutuhkan jawaban yang harus perlu banyak perenungan.

Dua Puluh Empat, usia ini bisa dibilang usia transisi menuju dewasa. Menurut Oswald Kroch,  bahwa seseorang  itu mengalami perubahan-perubahan penting. Apabila pada usia tertentu pada hampir setiap orang terlihat adanya perubahan-perubahan penting dalam tingkah laku/perangai serta respons-nya terhadap dunia luar, maka masa itulah dijadikan batas antara masa lampau dengan masa perkembangan baru. dengan demikian masa ini bisa diartikan sebagai masa perjalanan menuju sebuah kematangan dan kedewasaan yang sebenarnya.

masa ini seolah menjadi puncak kegelisahan, kegalauan, kegundahan akan sebuah masa depan. Seperti yang saya rasakan saat ini. Ambisi, masa depan, pekerjaan, uang, nikah, jodoh, cita-cita. Semuanya mulai terfikirkan oleh otak. Dan harus disikapi secara bijak agar semua bisa berjalan sesuai dengan apa yang kita harapan. Dan itu selalu mengahantui mimpi malam saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline