Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah dasar bagi pengaturan hak dan kewajiban keuangan antara kedua entitas tersebut. Konsep ini didasarkan pada prinsip federalisme fiskal, yang mengatur bagaimana pemerintah pusat dan daerah bekerja sama, bersatu, dan berbagi kekuasaan dalam pengelolaan keuangan publik. Teori-teori yang mendasari hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah mencakup federalisme fiskal dan desentralisasi fiskal.
Federalisme fiskal mencakup aspek bagaimana pemerintah pusat dan daerah berinteraksi, bersatu, dan berbagi kekuatan dalam hal keuangan publik. Sementara itu, desentralisasi fiskal lebih menekankan pada pengaturan kewenangan dan tanggung jawab keuangan antara kedua entitas. Hubungan keuangan ini memiliki beberapa aspek penting yang mencakup pengelolaan keuangan daerah, perimbangan keuangan, pengelolaan sumber pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, transfer ke daerah, serta sinergi pendanaan lintas sumber pendanaan.
Masing-masing entitas, baik pemerintah pusat maupun daerah, memiliki peran dan tanggung jawab yang spesifik dalam pengelolaan keuangan publik. Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk mengelola keuangan nasional, termasuk pendapatan nasional, anggaran, dan laporan keuangan. Di sisi lain, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengelola keuangan daerah, seperti pendapatan daerah, anggaran, dan laporan keuangan. DPRD, BPK RI, dan BAPPEDA juga memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengendalikan pengelolaan keuangan baik secara nasional maupun daerah. Ini mencakup pengawasan terhadap pendapatan, anggaran, dan laporan keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah di Indonesia merupakan suatu sistem penyelenggaraan keuangan untuk mengatur hak dan kewajiban keuangan yang dilaksanakan secara adil, transparan, akuntabel, an selaras berdasarkan Undang-Undang (UU). Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan aerah agar lebih responsive dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sistem hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam negara Indonesia perlu memperhatikan keseimbangan, keadilan, dan transparansi sehingga menciptakan stabilitas dan harmonisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional (SKFN) merupakan salah satu dari rangkaian penyelenggaraan harmonisasi fiskal nasional dalam rangka penyelarasan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP No 1 Tahun 2024). Sinergi yang dimaksud dalam SKFN ialah guna mendukung pengelolaan keuangan pusat dan daerah secara terpadu, seperti refocusing, penyelarasan belanja daerah dan pusat, serta harmonisasi kebijakan fiskal nasional dan target pencapaian pembangunan nasional. Dari hal tersebut perlu adanya instrumen sinergi agar dalam pelaksanaan SKF berjalan sesuai tujuan. Instrumen SKFN dapat dilakukan melalui (PP No 1 Tahun 2024 Pasal 3):
a. Penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah
Pemda mensinergikan kebijakan pembangunan dan kebijakan fiskal daerah dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), rencana kerja pemerintah (RKP), kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF), arahan Presiden, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah diperlukan sebagai upaya gotong-royong untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.
b. Penetapan batas kumulatif defisit dan pembiayaan utang APBD
Menteri telah menetapkan batas maksimal defisit APBD, baik secara kualitatif maupun untuk masing-masing daerah setiap tahunnya untuk menjaga kesinambungan dan stabilitas fiskal.
c. Pengendalian dalam kondisi darurat
Kondisi darurat yang dimaksud adalah memburuknya ekonomi sehingga menyebabkan fungsi dari APBN dan APBD tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien (Opini KEMENKEU, 2022). Sehingga dalam kondisi darurat, Pemerintah dapat mewajibkan Daerah untuk melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), perubahan alokasi, dan perubahan penggunaan APBD serta pemerintah dapat menyesuaikan besaran batasan pengendalian defisit dan Pembiayaan Utang Daerah (PUD).