TANGERANG - Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi perubahan besar pada sektor pendidikan di Indonesia. Globalisasi memaksa sekolah, guru, dan siswa untuk beradaptasi dengan lingkungan pembelajaran yang semuanya digital. Namun muncul beberapa pertanyaan, salah satunya adalah "Apakah kurikulum kita siap menghadapi tantangan era digital ini?."
Ketika pandemi Covid-19 muncul, berbagai Negara terutama Indoneisa mengadakan Lockdown, sehigga pembelajaran online adalah solusi untuk melanjutkan pendidikan bagi para pelajar. Sekolah dan universitas beradaptasi dengan platform digital untuk memastikan proses pembelajaran terus berlanjut. Namun kini setelah pandemi Covid-19 ini berakhir, kita tahu bahwa transisi ke era digital bukan hanya solusi sementara, melainkan kebutuhan jangka panjang. Oleh karena itu, penting untuk menilai kesiapan kurikulum yang di Indonesia agar tetap relevan di era digital. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menyesuaikan kurikulum yang ada di Indonesia dengan teknologi yang semakin modern. Saat ini, para pelajar membutuhkan lebih dari sekedar pengetahuan dasar seperti matematika, sains, dan bahasa. Mereka juga harus mengembangkan literasi digital, pemrograman, analisis data, dan keterampilan berfikir kritis yang diperlukan dalam dunia kerja digital. Sayangnya, masih banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang belum bisa menerapkan pembelajaran tersebut. Bisa kita ambil contoh dari kasus yang berada di Sosial Media baru-baru ini, seorang Youtuber yang bernama Ferry Irwandi mengupload video di Youtubenya. Ia membahas betapa gagalnya sistem pendidikan di Indonesia, salah satu isi dari video tersebut adalah ketika dia mewawancarai 17 anak SMP di Jakarta. Pertanyaan yang dia berikan kepada pelajar tersebut ada 2 yaitu, persamaan Pyhtagoras dan 3 kebutuhan primer manusia. Menurut dia seharusnya anak SMP sudah paham akan pertanyaan tersebut, tapi yang mengejutkan adalah dari 17 anak SMP tersebut hanya 1 anak yang bisa menjawab pertanyaan tentang Pytagoras dan yang bisa menjawab kebutuhan primer manusia hanya 3 anak. Hal ini mengejutkan karna mereka bersekolah di SMP Negeri yang berada di Jakarta, setelah dicari tahu para pelajar ini bukan malas untuk belajar melainkan memang guru di sekolah mereka tidak mengajarkan hal tersebut. Hingga ada pula pelajar yang tidak bisa membaca tetapi tetap naik kelas. Selain itu, terdapat keterbatasan infrastruktur. Tidak semua sekolah yang ada di Indonesia memiliki akses yang sama terhadap peralatan teknologi seperti smartphone, komputer, dan internet. Banyak wilayah Indonesia yang masih kesulitan mendapatkan jaringan internet terutama didaerah-daerah pedalaman serta diluar pusat kota, apalagi peralatan digital yang memadai. Sehingga kesenjangan pendidikan antara sekolah di daerah perkotaan dan sekolah di daerah terpencil semakin terasa dan terlihat. Artinya, jika kita berbicara tentang kurikulum digital di Indonesia, setiap pelajar di Indonesia perlu memiliki akses terhadap kurikulum digital. Lalu kita juga harus memberikan pembelajaran serta motivasi terhadap guru-guru di Indonesia karna tidak semua pendidik di Indonesia dilatih untuk menggunakan teknologi di kelas. Masih banyak guru yang terbiasa dengan metode konvensional. Oleh karena itu, pelatihan guru merupakan kebutuhan yang penting dan harus diimplementasikan ke dalam kurikulum digital. Kurikulum yang ideal tidak hanya berfokus pada penguasaan materi saja, namun juga mengajarkan para pelajar untuk menjadi pelajar yang mandiri dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Misalnya, memasukkan materi tentang keamanan digital dan etika bermedia sosial, penting untuk membantu para pelajar menggunakan teknologi dengan bijak dan dapat bertanggung jawab.
Pada akhirnya, keberhasilan kurikulum di era digital memerlukan kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat harus bekerja sama untuk membangun sistem pendidikan yang inklusif dan responsif terhadap perumbuhan zaman. Jika hal ini tidak segera diatasi maka generasi muda kita akan tertinggal dan sulit bertahan di dunia yang semakin digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H