Lihat ke Halaman Asli

Alvi Anugerah

TERVERIFIKASI

Menulis jika sedang menggebu-gebu

Cerita Mang Toto dan Lagu Jason Mraz

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak pernah sekalipun aku menganggap mang Toto gila, tidak waras, stres, maupun sekerabatnya seperti orang-orang menganggap mang Toto demikian. Sebagai orang yang mempunyai status berpendidikan tinggi serta berpenghasilan lebih dari sekedar kata cukup, aku menganggap beliau lebih dari sekedar seorang guru spiritual, begitu kebanyakan para artis menyebut ustad-ustad sewaannya. Padahal secara sangat sadar dan sehat akal bin pikiran aku tahu bahwa mang Toto mempunyai kelainan pada jiwanya. Beliau stres, gila bahkan. Tidak waras.

Siapapun orangnya bakal mengiyakan pengakuanku jika tahu bahwa kelakuan mang Toto itu:

Menirukan ayam berkokok  setiap pukul lima pagi di depan masjid.

Berjalan dengan posisi tubuh menyamping mengitari komplek setiap pukul delapan pagi.

Tidur telentang di halaman rumah tiap pukul 12 siang.

Makan hanya dengan sepiring nasi ketika langit mulai menunjukkan waktu sore.

Minum dengan hampir menghabiskan setengah dari isi galon setelah makan.

Sholat maghrib 10 rakaat di trotoar komplek.

Berjalan mengitari komplek dengan membawa sapu lidi setiap tengah malam.

Begitu seterusnya, dan itu rutin adanya.

Bagaimana tak bisa membuat daftar kegiatannya kalau keseharian hidupku sedari kecil adalah dengan beliau.

Aku masih sangat ingat teman-teman SD ku yang kebanyakan dari mereka sekarang adalah buruh pabrik di perusahaanku menghina serta mencaci cerca mang Toto berikut dengan lemparan-lemparan bekas permen karetnya. Aku tahu bagaimana jijiknya, risihnya, rasa was-wasnya, rasa bencinya, serta rasa-rasa lainnya dari orang-orang komplek akan kelakuan mang Toto. Meski tak jarang juga keberadaan mang Toto sudah banyak membantu orang-orang komplek, seperti:

Memergoki maling.

Membantu menyeberang jalan anak-anak yang akan pergi sekolah.

Ikut bekerja bakti.

Ronda malam di tiap malam. Tidak seperti bapak-bapak penghuni komplek yang hanya ronda pada giliran jadwalnya saja.

Membersihkan selokan yang mampet karena sampah di depan rumah-rumah megah para pejabat daerah.

Dan lain-lain.

Ada satu kebiasaan unik lagi dari orang tak waras yang sangat kuhormati ini. Beberapa tahun belakangan ini, Selepas isya sampai pukul 12 malam beliau mengambil gitar lima senarnya sembari menyanyikan lagu Jason Mraz. Selalu lagu Jason Mraz. Tatkala musim panas panjang tiba, lantunan suaranya lewat lagu Summer Breeze seakan mampu meniupkan sepoi angin yang menyejukkan badanku. Begitupun selepas pulang kerja. Beliau tidak pernah gagal membaca raut muka lelahku sampai akhirnya lagu Keep on Hoping yang terujar dari mulutnya mampu melunturkan raut lelahku. Tak hanya dua lagu itu. I Melt with You,LuckyButterfly, Shy that Why, sampai lagu TryTtry Try adalah daftar lagu yang rutin beliau senandungkan. Dan semuanya adalah lagu Jason Mraz. Selalu Jason Mraz. Tidak pernah barang satu nada pun beliau mencoba menyanyikan lagu yang lain.

Dan aku berani bertaruh gajiku selama dua bulan (20 juta rupiah) kalau mang Toto adalah orang gila dengan suara termerdu di dunia. Sangat berbanding terbalik dengan permainan gitarnya. Tetapi di saat itulah nasehat-nasehat ala guru spiritualnya tercurah kepadaku.

Setiap jeda untuk pergantian dari satu lagu Jason Mraz ke lagu Jason Mraz yang lainnya mang Toto selalu memberi nasihat singkat yang entah kenapa selalu cocok dengan permasalahan yang sedang aku cari solusinya. Padahal tak pernah sedikitpun aku bercerita. Cerita apapun. Karena jelas-jelas akan makan hati jika bercerita apapun kepadanya. Sebab jawaban tak pernah sinkron dengan pertanyaan.

Tak pernah ada satupun nasihatnya yang terlewat dari save as otakku:

·Beliau pernah berkata padaku untuk tidak makan cilok langganan yang hampir tiap hari kubeli tersebut. Dan ternyata benar adanya ketika keesokan harinya orang-orang yang membeli cilok tersebut seketika sakit perut berjamaah dan keracunan massal.

·Larangan untuk tidak ikut tawuran versus SMA bebuyutan juga kudengarkan. Ternyata tawuran yang terjadi keesokan harinya itu memakan banyak korban. Selain teman-temanku banyak yang tertangkap, dua orang siswa SMA yang menjadi musuhku ada yang meninggal.

·Mang Toto pun pernah dengan tiba-tiba meminta kepadaku untuk ikut pergi ke kampus. Kuturuti saja keinginannya karena aku yakin bakalan muncul maksud di belakangnya. Sampai akhirnya kami sampai di seberang jalan di depan kampusku dan aku bermaksud menyeberang via zebra cross. Tarikan tangan mang Toto yang mengisyaratkan aku untuk tidak menyeberang disitu malah membawaku berjalan jauh menaiki jembatan penyeberangan. Langkah mang Toto terhenti ketika kami berdua sudah ada di atas jembatan penyeberangan. Pandangannya kosong mengarah ke bawah. Selang berpuluh-puluh detik kemudian, tabrakan beruntun terjadi tepat di zebra cross dimana aku tadi hendak menyeberang.

Terkadang beliau hanya tertawa lepas jika tak menyampaikan nasehat-nasehatnya untukku.

Semaster-masternya beliau menebak kejadian di masa depan tidak membuat beliau terjerembab dalam lembah nista bernama judi. Padahal sudah seringkali aku ajak beliau untuk terjun ke lembah itu. Terkadang, dibumbui perasaan iseng serta penasaran,  aku menanyakan kepadanya nomor togel alias toto gelap, judi undian berkedok dua atau empat nomor itu. Aku berkelakar tentang kesamaan namanya dengan nama permainan judinya itu akan membawa beliau pada keberuntungan untuk mendapatkan uang puluhan Juta dari permainan itu. Tapi respon beliau hanya mengernyitkan dahi.

Kejadian yang membikin jengkel adalah kebiasaan beliau yang selalu meramalkan nomor togel yang akan keluar dengan cara menuliskan angka yang keluar di atas daun kering dengan spidol warna hitamnya. Beliau selalu menunjukkan angka tebakannya itu selalu selepas aku memasang nomornya dan nomor tebakanku meleset. Dan kebanyakan dari angka tebakan beliau adalah angka yang keluar pada hari itu.

∞∞∞

Lima tahun telah terlampau. Tak ada yang bisa dibedakan dari watak dan tingkah mang Toto sejak dulu hingga saat ini. Hanya fisik dan usia yang nampaknya tidak bisa dikompromikan mang Toto untuk tetap seperti dulu. Semua hal yang ada pada diri mang Toto itu berkembang beriringan dengan karier kerjaku yang kian cemerlang. Aku bakalan promosi dan dipindahkerjakan ke kantor pusat di ibu kota! Lagi-lagi. Insting mang Toto yang jadi asal muasalnya.

Di suatu malam sekitar dua tahun lalu, di sela-sela nyanyian lagu i’m yoursnya beliau menyampaikan ujaran rutinnya kepadaku. “Rutinlah minum dua gelas air dari gelas ini setiap habis shalat dhuhamu, lalu berangkatlah tepat waktu, jangan korupsi waktumu barang satu menit pun,” sabda beliau sembari menyodorkan gelas berwarna putih gadingnya kepadaku. Aku menyambut gelas itu dengan antusias.

Tak lama berselang dari momen pemberian gelas itu, beliau melanjutkan ceramahnya. “Biasakan untuk tidak makan daging di waktu makan siangmu, Shalat dzuhurlah tepat waktu. Jagalah mulutmu dari noda-noda dari penyebab gunjingan sesamamu minimal sampai sore menjelang datang.”

Di awal, Nasihatnya yang sedikit konyol itu rutin aku lakukan selama satu bulan lamanya. Benar saja, banyak job-job serta proyek dadakan datang dari atasan yang membuat bentuk dompetku lebih mengembang. Menginjak bulan kedua, aku yang selalu bangun kesiangan karena seringkali lembur acapkali khilaf untuk meminum resep dua gelas air putih yang dianjurkan mang Toto. Hasilnya terbukti, pada bulan itu tidak ada satupun proyek-proyek dadakan yang hinggap dan menghampiriku. Tiga kali tawaran promosi naik jabatan yang ditawarkan padaku berakhir gagal entah mengapa. Belajar dari kejadian getir itu, pesan-pesan mang Toto tersebut aku giatkan lagi sampai akhirnya surat promosi jabatan untuk menjadi staf ahli di perusahaan pusat sampai ke tanganku.

∞∞∞

Hari minus tujuh sebelum keberangkatanku ke ibukota dimana perusahaan itu berada, aku belum sempat berbagi kebahagiaan dengan bercerita pada mang Toto tentang promosiku ini. Aku pikir pasti mang Toto telah paham perihal ini, tersirat dari sunggingan senyum yang tak biasanya ia pamerkan kepadaku setiap aku pulang kerja. Sampai pada hari minus satu ketika aku sedang sibuk-sibuknya berkemas, mang Toto menghampiriku seraya memberikanku secarik kertas kecil bekas amplop yang berwarna coklat. “Jangan lupa dibaca,” kata mang Toto yang langsung menimpali omongannya itu dengan anjuran untuk menyimpan kertas kecil itu di dalam dompet. Tanpa pikiran yang panjang nan lebar, aku langsung menyelipkan kertas kecil itu di sela-sela foto almarhum bapak dan ibu.

Paginya, di saat aku harus pergi berangkat ke airport adalah pagi yang paling memberatkanku. Dalam periode yang lama, aku bakal meninggalkan fisiknya yang tinggi menjulang. Dalam periode yang lama, mataku bakal kabur dari pandangan-pandangan melihat kelakuan kurang warasnya. Dalam periode yang lama juga rohaniku bakalan kering karena tak ada perkataan mujarab mang Toto yang acapkali menyirami hati. Sebagai penawar perpisahan sementara itu, aku diizinkannya untuk memburning CD album lagu Jason Mraz kepunyaan mang Toto untuk kemudian kumasukkan ke dalam komputer jinjingku.

Sebulan. Dua bulan. Sampai lima bulan aku merasa pekerjaanku adalah pekerjaan yang enteng nian. Untuk seukuran jabatan bergengsi seperti staf ahli, pekerjaan mendampingi atasan untuk melakukan lobi dengan berbagai macam perusahaan mitra kerjanya adalah pekerjaan yang enteng nian. Memang sesekali akulah yang diperintahkan untuk melakukan lobi tersebut ketika atasanku berhalangan hadir.

Enam bulan. Aku mulai mengendus hal-hal yang tidak lazim tatkala aku mulai diperkenankan untuk mengikuti rapat dengan para pemangku-pemangku perusahaan. Sejak waktu enam bulan itulah aku juga dipercaya untuk menangani semua lobi-lobi perusahaan. Perusahaanku banyak melicinkan urusan perusahaan-perusahaan milik negara  dengan cara-cara yang kurang sreg dilogika. Tak jarang lobi pun dilakukan dengan anggota DPR yang memang seringkali memegang peran penting di dalam setiap proyek-proyek yang melibatkan perusahaanku. Aku risih sebenarnya. Terlebih ketika teringat nasihat mang Toto untuk tetap selalu “bersih” meski lingkungan sekitar kita “kotor”. Tapi mau bagaimana lagi, seperti inilah atmosfer bekerja di ibukota.

Sampai pada suatu malam, lobi untuk kesekian kalinya kulakukan. Tapi berbeda dengan lobi-lobi sebelumnya yang dilakukan pada pagi, siang, maupun sore. Kali ini malam. Di dalam mobil pula. Dan seperti biasa. Lobi kurang lazim yang tidak bisa dilogika untuk memuluskan izin proyek perusahaan. Aku menunggu anggota DPR yang akan menerima koper hitam berisi uang puluhan juta ini. Masih di dalam mobil. Dia janji akan datang dengan baju berwarna putih. Sekian menit berlalu, lelaki berbaju putih menghampiriku dengan terburu-buru.

Bukannya masuk ke dalam mobil, lelaki tersebut hanya berdiri di depan pintu mobil sembari memberikan secarik kertasnya padaku. Aku pun terheran. Keheranan memuncak ketika tulisan yang dicetak bold dan berhuruf kapital itu bertuliskan “surat penangkapan”. Tanpa bisa banyak berkelit, lelaki berbaju putih itu mengenalkan identitasnya kepadaku. Lelaki yang mengaku pekerjaannya sebagai penangkap basah koruptor yang sedang bertransaksi ini menggiringku dengan sedikit paksaannya ke dalam mobil dinasnya.

Aku gelagapan. Ini mungkin yang dinamakan proses penangkapan. Seperti yang sering muncul di berbagai jenis pemberitaan tentang penangkapan basah koruptor-koruptor yang sedang bertransaksi. Aku koruptor? Aku hanya bawahan yang mencari segugus rezeki dengan cara menuruti perintah atasan. Meskipun kebanyakan komando dari atasan adalah sebuah kekeliruan. Seperti ini contohnya. Kekeliruan yang berujung penangkapan.

Pikiranku mengawang-ngawang selama dalam perjalanan di mobil sang aparat yang pekerjaannya menangkap koruptor-koruptor itu. Sampai akhirnya sungging senyum terbentuk dari raut mukaku ketika radio tape pada mobil yang kunaiki ini memutarkan laguif it kill me dari Jason Mraz. Pikiran mengawang-ngawangku langsung mendeskripsikan paras mang Toto dengan begitu jelas. Bagaimana kabar mang Toto? Mungkinkah lewat insting luar biasanya dia sudah tahu kalau keponakannnya baru saja ditangkap basah aparat?

Astaga! Aku baru ingat! Secarik kertas dari bekas amplop coklat berisi tulisan mang Toto yang kuselipkan di dompet belum kubaca. Siapa tahu isi tulisannya berisi tips-tips mujarab bagaimana caranya lolos dari aparat penangkap koruptor tersebut.

Bergegas kubuka dompet. Kutarik selipan kertas kecil yang kumaksud itu dengan susah payah. Dengan kehati-hatian kubuka kertasnya karena sudah kusam, basah, dan hampir robek. Ternyata mang Toto membubuhi kertas itu dengan tulisan kecilnya yang sulit dibaca. Isi tulisannya pun buat penyesalan semakin mendekati bentuk sempurnanya. Begini bunyi pesannya: “Awas bahaya laten korupsi!”

Terlambat mang. Aku terlambat membacanya. Aku keburu terlena. Kencur sudah terlanjur berjamur, nasi sudah kadung jadi bubur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline