Perkotaan merupakan wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Sebagai wilayah yang vital membuat perkotaan menjadi tempat yang banyak didatangi untuk mencari peruntungan dan menghasilkan uang sehingga kehidupan di kota penuh dengan persaingan. Persaingan untuk mendapatkan tempat tinggal dan mendapatkan pekerjaan yang layak misalnya.
Persaingan yang muncul di daerah perkotaan dikarenakan adanya banyak imigran yang berpindah dari desa ke kota, dan penduduk tetap kota yang semakin hari semakin bertambah jumlahnya sedangkan lahan dan sumber penghasilan di kota cenderung tetap kuantitasnya.
Adanya selisih yang besar antara jumlah penduduk yang bekerja dan mencari kerja dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia menjadikan persaingan di perkotaan semakin keras.
Mereka para pekerja tidak ingin kehilangan pekerjaan mereka dan justru mereka berharap dapat mendapatkan posisi yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan para pencari kerja bersaing untuk dapat memperoleh pekerjaan yang mapan dengan gaji yang layak atau minimal sesuai UMR.
Terlepas dari besarnya selisih antara pencari kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia di kota, salah satu penyebab kerasnya persaingan di perkotaan adalah stereotype yang berlaku di masyarakat perkotaan. Laki-laki dianggap sebagai seorang pemimpin, yang mana harus menempati posisi atau jabatan yang tinggi, sedangkan perempuan mereka tidak harus bekerja namun harus bisa mengurus rumah tangga.
Namun di era modern seperti saat ini, telah banyak perempuan yang berkarir tidak hanya di perkantoran namun juga di dunia politik. Banyaknya perempuan yang berpartisipasi dalam dunia kerja menyebabkan adanya kontekstualisasi Alpha Female yang mengglorifikasi.
Konteks dari glorifikasi dalam hal ini adalah mengagungkan posisi Alpha Female. Sehingga masyarakat akan membuat standar baru bagi perempuan, misalnya perempuan harus bisa masuk ke posisi strategis, menjadi vokal dan menjadi pemimpin. Jika tidak, mereka akan di-invalidasi karena tidak memenuhi standar tersebut.
Terlepas dari di-invalidasi atau tidak, invalidasi ini buruk karena perempuan akan diekspektasikan menjadi sosok yang sangat sempurna. Di satu sisi, secara konservatif berpandangan bahwa perempuan diharuskan bisa mengurus rumah tangga dengan baik, menjadi ibu dan istri yang baik, dan di saat yang bersamaan juga harus bisa sukses pada pencapaian mereka untuk menyaingi laki-laki seperti memiliki ketegasan, berwibawa, vokal, dan menjadi atasan.
Alasan mengapa glorifikasi ini buruk adalah karena dengan adanya glorifikasi ini membuat standar ganda bagi perempuan sehingga menyebabkan ketimpangan gender yang semakin parah. Jika dibandingkan antara laki-laki dan perempuan, laki-laki hanya diekspektasikan untuk menjadi kepala rumah tangga yang baik dan punya pekerjaan mapan, atau ekspektasi tersulit jika dia orang kota adalah harus mengisi posisi penting di perusahaan atau parlemen.
Sedangkan perempuan, pada akhirnya memiliki beban ganda untuk mengikuti standar baru yang ada dan harus memenuhi keduanya. Padahal dalam agenda feminist, mereka memberikan kebebasan kepada perempuan dalam memilih, bukan secara implisit "memaksa" dan kaum perempuan pasti sangat sulit untuk mencapai keduanya.