Lihat ke Halaman Asli

Alvia Salwaa

Siswa Kelas XII MIPA 4 SMA Negeri 1 Waled

Maraknya Penyebaran Hoaks Jelang Pemilu

Diperbarui: 5 Februari 2024   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu 2024 hampir didepan mata. Masyarakat dan pemerintah bersiap menyambut momen tersebut. Pemilu adalah proses demokratis yang digunakan dalam banyak negara di seluruh dunia untuk memilih para pemimpin pemerintahan dan mewakili warga negara dalam lembaga-lembaga pemerintahan.
Bagi sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, pemilu menjadi satu di antara unsur terpenting. Dalam sejarahnya, Indonesia telah melaksanakan 12 kali pemilu. Indonesia terakhir melaksanakan Pemilu pada 2019.Melalui pemilu, warga negara memiliki kesempatan untuk memilih perwakilan rakyat di parlemen atau dalam jabatan-jabatan eksekutif seperti presiden atau kepala pemerintahan daerah.

Pada pemilu tahun ini masyarakat akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Pemilu tahun ini semakin menarik karena bertambahnya peserta pemilu dari kelompok usia pemilih muda, yaitu generasi Z dan milenial. Generasi Z dan milenial dikenal sebagai kaum muda yang tumbuh bersama teknologi. Gen Z dan milenial memiliki potensi untuk membentuk perubahan dan memberikan kontribusi positif dalam pengambilan keputusan. 

Banyak dari gen Z dan milenial yang menganggap bahwa pesta demokrasi hanya bertujuan untuk kepentingan beberapa golongan. Keputusan untuk golput atau menggunakan hak pilih sebenarnya merupakan hak pribadi setiap individu.

Sebagai warga negara, gen Z dan milenial yang sudah cukup umur memiliki kewajiban untuk menyukseskan pemilu 2024 dengan menggunakan hak pilihnya. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), setidaknya 33,60 persen pemilih masuk kategori milenial, sedangkan Generasi Z ada sekitar 22,85 persen dari total DPT.

Itu artinya, gabungan kedua generasi tersebut mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pemilu mendatang. Generasi tersebut selain dikenal lebih melek teknologi informasi, juga memiliki pandangan yang inovatif terkait berbagai isu.

Menjelang pemilu penyebaran berita makin merajalela terutama penyebaran berita hoaks. Generasi milenial dan Gen Z semestinya menjadi target utama pencegahan atau sosialisasi antihoaks karena mereka dekat dengan media sosial.

Di sisi lain, milenial dan Gen Z juga rentan terpapar hoaks karena masih cukup labil. Hoaks bisa menyebabkan kelompok muda apatis terhadap Pemilu, sehingga berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok tertentu demi kepentingan politik.

Selain sosialisasi terkait bahaya hoaks,  menilai literasi media juga penting. Kedua generasi muda diharapkan mampu melawan penyebaran hoaks.

Sebagai generasi yang melek digital, kita perlu melakukan sesuatu agar penyebaran hoaks semacam ini tidak semakin masif. Setidaknya, kita mampu menyaring berita hoaks untuk diri kita sendiri.

1. Memengaruhi prefrensi
Hoaks dapat mempengaruhi preferensi kita loh. Misalnya, yang awalnya memilih calon A, tetapi karena ada hoaks tidak lagi melihat visi dan misi calon tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline