Di salah satu hari liburan kita di Bali, tercetus ide untuk mendaki Gunung Batur, salah satu tempat terbaik di Bali untuk menikmati matahari terbit. "Bisa sekalian dapat foto keren nih," ujar Zinin penuh semangat. Irfan langsung setuju, tentunya sudah membayangkan pose terbaik untuk diabadikan.
Abil dan aku pun sudah memikirkan detail rencana dan kebutuhan pendakian, dari waktu keberangkatan hingga bekal yang perlu disiapkan.
Jam menunjukkan pukul 2 pagi saat kami mulai berangkat dari rumah. Kami ditemani dua teman saudara Abil yang sudah familiar dengan jalur pendakian.
Perjalanan awal terasa penuh canda, tapi aku tetap memastikan kami semua fokus agar nggak ada yang tertinggal di kegelapan. Abil tampak bersemangat di depan, sambil sesekali meneriakkan "Ayo, ayo, kita pasti bisa!" Aku hanya bisa menggelengkan kepala, tapi dalam hati ikut senang melihat antusiasme teman-teman.
Saat mendekati puncak, udara semakin dingin, tapi kami disuguhkan pemandangan yang luar biasa: langit mulai berwarna jingga, dan perlahan kabut di sekitar Gunung Batur tersibak. Zinin langsung mengambil posisi, menyiapkan kamera untuk mengabadikan momen terbaik. Irfan, dengan gaya khasnya, langsung pose, tersenyum lebar di depan lensa.
Aku sampai mengingatkan, "Bentar dulu, tunggu sinarnya pas biar maksimal!" sementara Abil dengan semangat ikut mengatur tempat yang pas untuk foto.
Ketika matahari akhirnya muncul, memancarkan cahaya keemasan di cakrawala, pemandangan di depan mata terasa begitu magis. Kami terdiam sejenak, terpesona oleh keindahan alam yang memukau ini.
Gunung Batur memberikan pengalaman tak terlupakan, mulai dari perjalanan yang penuh perjuangan hingga momen menakjubkan di puncak.
Kebersamaan kami hari itu terasa lebih dari sekadar liburan. Ini adalah pengalaman yang menyatukan kami, membawa kami lebih dekat satu sama lain, dan tentu saja memberikan cerita seru yang akan selalu kami kenang. Gunung Batur, dengan segala keindahannya, menjadi saksi tawa, canda, dan kekompakan kami.