Lihat ke Halaman Asli

Maling-pun Punya Spesialisasi Job

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari gini, dimana hampir segala sektor pekerjaan di Indonesia telah banyak berkembang ke arah manajemen pengelolaan usaha yang baik, telah menunjukkan adanya peningkatan pola kehidupan masyarakat kita itu sendiri. Dari yang semula bidang usaha hanya dilakukan secara sederhana tanpa adanya sistem manajemen yang berarti, sekarang zaman telah menuntut adanya pengelolaan manajemen kerja yang tepat, diantaranya seperti distribusi job. Dalam sebuah perusahaan, seorang pimpinan harus mampu mengelola distribusi job (distribusi pekerjaan) kepada karyawan-karyawannya. Namun, bagi ‘jenis pekerjaan’ yang satu ini, saya masih terheran-heran, apakah sebegitu baik pula manajemen kerja yang ‘mereka’ miliki, sehingga seorang maling-pun harus punya ‘kekhususan bidang kemalingan’.

Mengenai kekhususan bidang kerja seorang maling, saya punya sedikit cerita yang unik yang baru saya temui tahun ini. Entah karena saya yang baru tahu atau baru sadar, atau kah memang sistem kerja maling yang punya spesialisasi pekerjaan itu yang baru ‘terprogram’ akhir-akhir ini.

Setahu saya selama ini, maling hanyalah seorang maling, yang mana mereka melakoni peran sebagai ‘tokoh antagonis’ kehidupan yang mengganggu ketenangan hidup dan menimbulkan keresahan bagi masyarakat kita dengan cara mengambil apapun yang bukan menjadi hak miliknya. Seperti mencuri sandal di masjid, mencuri uang di laci meja majikan, membobol rumah orang dan mengambil segala macam benda-benda elektronik maupun perhiasan, dan lain sebagainya. Itu lah ekspektasi saya selama ini terhadap seorang maling.

Tetapi setelah kejadian beberapa waktu lalu, ekspektasi tersebut berubah dan seperti diarahkan oleh keadaan bahwa kenyataannya maling yang meresahkan masyarakat kita sekarang ini adalah maling ‘profesional’ –yang mana mereka punya semacam entah itu ‘bidang keahlian’, ‘spesialisasi bidang kerjaan’ atau apa pun itu sebutannya –yang jelas mereka hanya melakukan pekerjaan tertentu, artinya, ketika mereka eksekusi, tidak semua benda yang ada dalam tempat sasaran akan diambilnya.

Kasus seperti itu kami alami sendiri ketika saya dan beberapa orang satu kontrakan kecurian maling pada suatu malam. Hari itu kontrakan memang sepi, hanya dua orang tersisa yang masih berada di kontrakan saat itu. Yang lain sudah pulang ke kampung halaman masing-masing karena pada saat itu memang sedang libur semester. Kejadian kemalingan itu kami alami saat ibur panjang sekitar dua bulan pada semester lalu.

Ceritanya kami semua telah berada di rumah kami masing-masing di kampung halaman kami, kecuali dua orang yang sebelumnya telah saya sebutkan, mereka memang belum pulang kampung karena masih ada hal yang masih harus mereka kerjakan di kampus. Pagi itu, mereka berdua ditanyai salah seorang tetangga yang sebelumnya telah akrab dengan keduanya, mereka saling tegur sapa. Dari obrolan demi obrolan mereka saling menanyakan keadaan.

Sampai ketika suatu pagi saya dan teman-teman mendapat sms dari pemilik kontrakan kami, yang intinya memperingatkan kepada kami agar bertanggung jawab atas keamanan kontrakan, bagi siapa saja, yang merasa berada di kontrakan, dan utamanya yang terakhir berada di kontrakan, seharusnya selalu ada rasa tanggung jawab atas keamanan kontrakan, seperti melaporkan/memberitahu/menitipkan/memasrahkan kepada pemilik kontrakan atau minimal pak RT bahwa keadaan kontrakan akan kosong karena ditinggal libur anak-anak dan seterusnya. Rupanya, sms itu dikirim setelah adanya berita kemalingan di kontrakan kami. Kontrakan kami telah berhasil dibobol maling. Tentu saja kami yang berada di kampung halaman masing-masing merasa tidak tenang, jangan-jangan barang-barang yang kami tinggalkan seperti motor, laptop, TV, sandal, helm dan lain sebagainya ludes diambil maling. Beruntungnya, setelah kami bergegas kembali ke kontrakan untuk memastikan, ternyata barang-barang kami aman. Ketika kami mengkonfirmasikan kejadian itu kepada pemilik kontrakan, kami bertanya-tanya “lalu kita kehilangan apa?”; kami baru tahu bahwa maling itu hanya mengambil Sanyo (mesin pompa air) milik kontrakan kami.

Tentu, kami bernafas lega, dengan keheranan dan ketidaktahuan kami tentunya : “Mengapa Sanyo??” pikir kami. Walaupun akhirnya kami menyadari juga bahwa harga Sanyo itu juga lumayan... dan juga baru terasa bahwa Sanyo itu vital bagi kehidupan kontrakan. Secara, setelah hari itu kami kesusahan mendapatkan air.

Dari beberapa laporan, baru diketahui bahwa hari itu ternyata yang kemalingan bukan hanya satu rumah kami saja, ada dua rumah lainnya yang masih dalam satu RT juga sama, kehilangan Sanyo. Dari beberapa pernyataan pula, rupanya ketika pagi itu kedua teman kami ditanyai oleh salah seorang tetangga, hari itulah si maling itu tengah mengumpulkan informasi untuk memastikan rumah kontrakan kami akan kosong karna siang harinya mereka berdua akan berangkat pulang ke kampung halaman. Ya, jadi jelas lah, bahwa yang menjadi maling tidak lain adalah orang terdekat kami selama ini. Alih-alih akrab ternyata mengintai keadaan di dalam kontrakan. Dari beberapa laporan warga yang telah lama bertetangga dengan si maling itu, kami tahu bahwa sebenarnya maling tersebut memang sering jadi buron polisi. Kasusnya tidak hanya kasus yang menimpa kontrakan kami saja. Kami memang tahu bagaimana kondisi ekonomi keluarga si maling itu, memang, keluarga si maling itu adalah keluarga yang secara ekonomi memang sangat pas-pasan. Tetapi tidak sedikit pun kami menyangka bahwa ternyata pekerjaan si bapak maling itu adalah tukang maling Sanyo dimana-mana.

Dari sini kami dapat belajar banyak hal, diantaranya adalah untuk saling merasa bertanggung jawab atas keamanan kontrakan, apapun lebih baik dikomunikasikan dengan pemilik kontrakan, dan yang paling penting adalah, tidak mudah percaya kepada orang yang notabene baru kita kenal meskipun terkesan akrab tanpa mengetahui latar belakangnya terlebih dahulu. Yah memang si, yang sudah terjadi ya sudah terjadilah, kami tidak menyesal pernah kenal dekat dengan orang tersebut, kami jadikan semua peristiwa itu sebagai pembelajaran bagi kami untuk ke depannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline