Aku ini anak rumahan. Tahu, gak, semut di rumah itu banyak jenis? Belum kecoa cs; serangan udara: lalat, lebah, atau nyamuk (Wah jadi ngeri, apalagi di dalam tubuh kita. Bayangkan: ulam, sejenis belatung di gigi kita. Kok bisa ya makhluk 'lemah' ngalahin tulang-belulang gigi; belum lagi bakteri atawa virus ... Hiyy!). O ya, tips anti-nyamuk kalau mau tidur: Pakai baju lengan panjang, sarung, plus kaus kaki. Dijamin tidur nyenyak!
Kerjaku di depan komputer. Itulah pentingnya lengan panjang, sarung, plus kaus kaki. Si ulet dan banyak nguntungin orang itu, 'nakal' temani kerjaku. Aku cuek saja. O tentu, si nyamuk ulet jua. EGP ... keasyikan taktiktuk, wilayah terluar badanku kena juga ditusuk-diisapnya. Karena terlalu sering, aku pernah berdoa: "Tuhanku, karena ragaku kukunci di rumah, biarlah darahku yang bermanfaat, beredar ke mana-mana dibawa makhluk-Mu jua; utusan-Mu jugakah? Terimalah, amin yRa."
Hanya ada televisi menemani hariku, sebaris lagu "Aku Bosan" dari Dalbo (Iwan Fals + Sawung Jabo cs), seakan melegitimasi aku ini anak rumahan. Sampai dua televisi yang jadi korban karena nonstop nyala 24 jam. Mungkin hang, jebol-kepanasan; mungkin pula pundung (Sunda: purik). "Hm, trims, Tipi!" Cius, melihatmu saja tayangkan kuliner, aku kenyang. Sungguh, 4 atau 7 hari tak makan tak aneh, aku masih hidup dan tidak keluar rumah. Rekorku 9 hari tak makan! Ember, berat badanku langsung melorot 7 kg ... Apakah ini tips diet ideal karena murah-meriah?
Ini cerita masa kanak, hingga kini pun aku masih 'kanak', maka wajar kukunci ragaku di rumah. Karena tugas kanak-kanak adalah bermain. Sementara aku sudah capek bermain! E, ada bestari bilang: "Bermainlah dalam permainan, tapi jangan main-main. Jadilah pemain!" Hihi, maka kepada anak-anak: seriuslah bermain, jangan takut kotor ... (Hoho, kayak iklan obat anti-flu atau sabun detergen saja)! Mungkin, kepada dewasa yang masih suka 'bermain': Boleh, asal mau bertanggung jawab! Karena memang semua rentang usia kudu punya tanggung jawab. Tetapi apakah semua mau bertanggung jawab? Kanak kudu belajar, dewasa kudu bekerja, manula kudu jadi Bapak/Ibu bangsa, ... Faktanya: dunia itu permainan (lihat QS 47: 36 dan 57: 20). Karenanya, jangan main-main, BroBray!
Olala, begitulah kerja taktiktuk-ku (sejak 1992, sejak mesin tik), mungkin 'begitu' pulalah kualitasnya, hehe. Kalau kuevaluasi, kerjaku masih sebatas main-main, sekadar enjoy; pantas saja apresiasi 'mereka' sebungkus rokok atau paling banter sekelas goban, padahal aku berani promosi: "Karya ketik-ku mahal, karya jahit istri-ku murah. Adil kan?!" Lho? Inilah dunia grunge, dunia kini, dunia jungkir-balik. Justru tarif-ku mahal, maka klien-ku yang miskin, ndak mampu bayar jasaku (eh, faktanya: aku yang miskin); tetapi aneh bin ajaib: kualitas jahitan istriku sekelas butik maka ditaksir bibiku dari Jakarta @Rp 10 juta, tapi kok gaji istriku 70 ribu rupiah per hari? Di bawah UMK = tidak manusiawi!
Selalu ada oknum, pun di dunia taktiktuk, meski seorang kawan semangati aku: "Ambillah, kalau tidak digarap, oleh orang lain ..." Benar, malah bukan oleh oknum saja, tetapi sindikat juga! Alhamdulillaah, telingaku selalu terngiang lagu Iwan Fals "Kawan Temanku Punya Kawan": Sarjana begini banyaklah di negeri ini/Tiada bedanya dengan roti. Tentu, aku tak ingin punya andil ...
"Kawan mainku, itulah aku," demikian pungkasan kisah mini ini, “spesial untukmu, Anakku.”
Ujungberung, 28 November 2017
c.q. Tumbuhlah seperti #pohon, Anakku: berakar, berbatang, dan berdaun/berbuah (yakin, mandiri, dan melindungi/bermanfaat = berkarya), amin ya Allah, yRa.
#hari_menanam_pohon_Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H