Lihat ke Halaman Asli

Aluzar Azhar

Penyuluh Agama Honorer

Makar

Diperbarui: 5 Desember 2016   02:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa itu Makar?

Definisi ‘makar’ harus disepakati. Apakah meliputi sejak tindakan hati (niat atau motif), sehingga yang dapat ‘membacanya’ adalah aparat hebat? Apakah diskusi di ruang kuliah hingga obrolan di kedai kopi itu juga makar? Atau apakah menunggu dulu aksi makar dan menimbulkan korban? Tentu semua pihak tak menginginkan, yakni pihak makar tidak ingin aksinya diketahui sebagai aksi makar dan pihak aparat tentu bermoto pencegahan lebih baik daripada pengobatan.

Membaca UUD 1945 Pasal 28, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang­-undang;” kemudian turunannya, Pasal 28 huruf A hingga J, mengenai HAM, akhirnya ‘dibatasi’ Negara atas nama hukum demokratis.

Nah, membaca itu, jika semua Rakyat tahu bahwa suara-nyalah sebagai hukum tertinggi di negeri ini, maka tidak disebut ‘makar’, bahkan ‘kudeta’. Bagaimana dengan kasus kudeta di Turki kemarin? Dalang yang dituduh makar, ndak ngaku kok alias nggak merasa kudeta. Bagaimana juga dengan kasus ‘Supersemar’? Saya pikir tidak dilakukan (hanya) seorang jenderal. Jangan lupa pula bagaimana Ken Arok yang melahirkan keturunan para penguasa Nusantara dari Jawa.

Jadi, saya melihat kemunculan istilah ‘makar’ ini sinkron dengan rasa ‘ketakutan’ rezim penguasa (baca: bukan Negara). Mungkin, untuk tidak menimbulkan korban dari Rakyat, dengarlah suaranya. Namun faktanya, Rakyat kita memang kudu diprovokasi (baca: diingatkan) dan justru—yang lupa—penguasa tidak mendengarkan suara hatinya sebagai Rakyat, padahal tinggal silaturahmi dan musyawarah.

Penguasa lebih mempunyai peluang untuk menyelenggarakan silaturahmi dan musyawarah secara nasional. Ini urgen daripada belum apa-apa Rancangan KUHP telah dituduh semakin membatasi ‘kemerdekaan’ Rakyat.

Makar adalah …

Etimologi ‘makar’ belum saya ketahui. Ini definisi ‘makar’ menurut KBBI: ‘ma-kar’ [nomina] 1 akal busuk; tipu muslihat; 2 perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, dsb; dan 3 perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah. Menurut id.wiktionary.org, ‘makar’ [adjektiva] itu kaku dan keras (tentang buah-buahan); bangkar (seperti tubuh orang mati). Sinonimnya, ‘kudeta’ (perebutan kekuasaan [pemerintahan] dengan paksa) atau ‘subversi’ (gerakan dalam usaha atau rencana menjatuhkan kekuasaan yang sah dengan menggunakan cara di luar undang-undang).

Adapun ‘makar’ menurut KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tercantum pada Pasal 104 hingga 107; sedangkan pada Rancangan KUHP, makar dirumuskan dalam Pasal 222 hingga 227.

Dari beberapa artikel di situs-situs yang saya buka, tindakan dikategorikan ‘makar’ apabila sesuai dengan maksud Pasal 53 dan 87 KUHP, yakni adanya suatu permulaan dari tindakan pelaksanaan atau telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si pembuat makar.

Makar atau kudeta pada dasarnya sebuah istilah yang dapat digunakan secara bergantian. Namun secara umum, ‘kudeta’ lebih merujuk pada istilah politik sementara ‘makar’ merujuk pada istilah hukum. Jika merujuk pada berita-berita media beberapa waktu lalu, tindakan orang yang ‘dianggap makar’ barulah sebatas rencana untuk mengadakan demonstrasi-demonstrasi. Untuk itu, rumusan dan syarat delik (tindak pidana) ini tidak dapat terpenuhi (Sumber: www.hukumonline.com)

Tafsir Dewasa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline