Lihat ke Halaman Asli

Jagal

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku serasa perlu segera menghirup udara segar. Setelah membiarkan diriku tenggelam terserap sebuah kesaksian atas sepenggal peristiwa kelam masa lalu yang diceritakan kembali dengan tenang. Tenang? Aku harus melegakan isi dadaku dan mengisinya dengan sesuatu yang dapat segera menghapus kesaksian yang baru saja kulihat. Sekarang.

Aku berjalan bergegas meliwati kumpulan orang orang. Tumben, kenapa jadi ramai tempat ini. Ada apa? Bahkan beberapa polisi bertebaran. Ada apa? Aku masuk ke tempat itu hanya sekadar mencari tahu. "Ada rapat umum!" Aku berkedik bahu. Siapa peduli.

Selama ini tidak pernah kuacuhkan undangan rapat atas nama kepentingan warga itu. Rapat umum disebutnya, tapi bukan untuk kepentingan umum. Umum selalu berkepentingan ingin cari enaknya, mungkin begitu kilah mereka, sehingga panitia membuat rapat atas nama umum untuk kepentingan mereka. Ah, apa urusanku, berapatlah, apapun hasilnya aku ingin lihat seberapa jauh kompromi yang dihasilkan. Komprominya berat kemana. Walau aku sering geram karena mereka selalu menyamaratakan semua begitu saja. Seperti siapa? Hm, seperti pemimpin pemimpin itu. Mereka buat apa saja, pakai visi-misi, pakai pidato, pakai prasasti. Rakyat diharuskan terima saja.

Suasana rapat umum itu membuatku ingin cepat cepat meninggalkan tempat ini. Orang orang yang duduk-duduk, berdiri di setiap sudut, tampak tidak satupun yang merupakan warga disini. Membuatku makin merasa pengap.

Tiba tiba selagi aku berjalan kakiku terasa melemah. Aku merasakan darahku seakan surut tidak mengalir. Sempat kupikir pasti wajahku pasi. Aku berusaha tetap berjalan berharap kalaupun tumbang, ya, jangan disini. Aku melihat orang orang yang berpapasan tidak memandangku aneh. Jadi mustinya aku tidak apa apa.

Aku tak tahan, apa yang terjadi denganku. Aku tidak keringat dingin. Aku tidak pusing. Aku tidak mual. Tapi aku merasa tertarik gravitasi bumi. Aku merasa akan jatuh. Aku belum pernah merasakan pingsan.

Aku masih bisa berpikir baik. Aku tetap berjalan, bahkan bergegas. Tidak ada orang mau pingsan masih bisa berjalan segegas aku. Aku tahu di kelokan itu ada kursi taman. Aku bersyukur kursi itu kosong. Aku segera duduk menenangkan diri.

Aku tidak berkunang kunang. Aku tidak keringat dingin. Aku tidak pusing dan mual. Tapi aku hanya tidak mampu melanjutkan jalanku karena pikirku aku akan jatuh. Ayolah tinggal sedikit lagi, berjalanlah, kalaupun mau pingsan di rumah saja, aman, tidak mengganggu orang orang. Orang berlalu lalang mereka melihatku dengan pandangan biasa biasa saja, ya, mungkin mereka melihatku hanya sebagai seseorang yang sedang duduk duduk menikmati ujung siang.

Aku mencoba berjalan lagi. Belum juga dua puluh langkah. Kembali aku merasa akan jatuh. Kali ini kupanggil Tuhan. Karena bukan hanya seperti mau pingsan tapi aku serasa sempat berhadapan dengan ambang batas kehidupan. Aku tahu di kelokan itu tersedia kursi taman lagi yang kebetulan juga kosong. Aku duduk. Aku bingung. Aku sempatkan bercakap dengan Tuhan. Aku berkata padanya, sebetulnya, bisa jadi ini akhir yang manis, tidak merasa apa apa, selain kebingungan sangat karena yang teringin terjadi sekadar jatuh menggeletak.

Akhirnya, entah bisikan dari mana, aku mencoba muntah. Memuntahkan apa yang ada di perutku, di dadaku. Aku muntah, yang keluar hanya liurku terpaksa. Aku mengawasi liurku, putih menggumpal berbola udara. Tak peduli, aku muntah saja, walau tahu tidak akan ada yang keluar selain cairan putih. Tapi aku lega. Beberapa yang lalu lalang tidak juga memandangku aneh.

Seseorang membantuku menuju rumah. Dengan agak bingung dia membiarkan tangannya kupegang. Dia berkata basa basi sesopannya bahwa mungkin aku masuk angin. Aku segera mengangguk. Aku memilih bersetuju dengannya hanya supaya tidak ada diagnosa diagnosa lain. Seandainya saja dia asal ceplos mengatakan mungkin aku sedang hamil, mungkin aku akan mengakak, sembuh seketika. Tidak mungkin saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline