Lihat ke Halaman Asli

Mempermalukan ITB

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Santer berita penolakan Jokowi - Gubernur DKI oleh ratusan mahasiswa di kampus ITB menuai pro dan kontra. Sebelumnya saya tuliskan Gubernur DKI karena kapasitas Jokowi yang diundang pihak ITB adalah terkait dengan jabatan beliau (Jokowi) sebagai Gubernur DKI bukan sebagai bakal capres PDIP 2014. Rupanya kedatangan Jokowi ke kampus ITB membuat beberapa ratus mahasiswa ITB tidak berkenan dan menolak kedatangan Jokowi dengan alasan "sterilisasi" kampus dari kegiatan politik praktis.

Namun rupanya, konsistensi para mahasiswa penolak Jokowi ini patut diuji terkait undangan terhadap tokoh sekelas Anis Matta dan Hatta Rajasa ke kampus ITB dalam gelaran acara Islamic Leadership Festival.  Jika memang benar bahwa dalam gelaran festival tersebut mengundang tokoh-tokoh politik dan berbicara tentang politik lalu mahasiswa penolak Jokowi tidak memperlakukan hal yang sama seperti ketika para mahasiswa itu memperlakukan Jokowi maka sesungguhnya  para mahasiswa itu sedang mempermalukan ITB sebagai kampus kaum intelektual, cerdas dan pinter. Seperti Rubi Rubiandini yang sedang jadi pesakitan dibui KPK karena kasus suap SKK Migas. Dan pada akhirnya, orang sinis memandang sebuah intelektualitas, kecerdasan dan kepinteran kampus  ITB dengan mengatakan:

"Buat apa pinter dan cerdas kalau hanya minteri dan maling, hipokrit dan berlaku tidak adil?"

Menutup diri dari kegiatan dialog (politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan) di dalam kampus justru menjadi kegiatan yang kontra produktif terhadap gerakan mahasiswa sebagai pengontrol sosial penguasa dan para penyelenggara negara. Dan bukankah dengan terbukanya ruang-ruang dialog antara penguasa, pejabat publik-politik, politisi dan mahasiswa bisa tercipta pemikiran, gagasan-gagasan dan ide-ide cemerlang untuk kemajuan bangsa dan negara demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan yang berkeadilan sosial tanpa membeda-bedakan SARA?.  Dan bukankah dengan adanya dialog terbuka itu mahasiswa-mahasiswa, senat dan pihak rektorat bisa memberikan sumbang saran dalam mewarnai kebijakan publik yang akan diambil oleh para pejabat publik-politik?.

Semoga dengan kasus penolakan Jokowi di kampus ITB oleh beberapa ratus mahasiswa menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih arif dan bijaksana dalam berdemokrasi untuk tidak hanya lantang menyuarakan sesuatu yang justru bisa menjadi blunder dan mengekang bagi diri kita sendiri karena terlanjur dicap sebagai hipokrit dan agen standar ganda.

Titik Pandang : Alung, 21/4-'14

---

Referensi:

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/04/19/269571712/Mahasiswa-ITB-Pengundang-Anis-dan-Hatta-Jadi-Galau/20

http://news.detik.com/comment/2014/04/19/111136/2559427/10/jokowi-ditolak-mahasiswa-itb-undang-anis-matta-dan-hatta-rajasa?nd771106com

http://news.detik.com/read/2014/04/17/154551/2558436/10/didemo-mahasiswa-berikut-penjelasan-jokowi-soal-kedatangannya-ke-itb?nd771104bcj

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline