Lama rasanya saya tidak mengunjungi facebook untuk tukar pemikiran, adu gagasan, adu argumen, adu ide atau hanya sekedar untuk iseng cuap-cuap update status dan sharing foto. Dan saat kemarin pagi sampai malam hari berkunjung ke salah satu sosial media paling rame sedunia itu, rupanya halaman facebook saya sudah mulai "panas" aksi dukung mendukung capres-cawapres RI 2014 dengan segala alasan dan argumennya masing-masing. Tentu ini sangat menggembirakan karena proses demokrasi telah berjalan dengan penuh kesadaran dan masyarakat terlibat aktif dalam perhelatan untuk memilih calon pemimpin masyarakat itu sendiri.
Namun di tengah-tengah kegembiraan itu ada satu hal yang sangat merisaukan saya ketika ada seorang kawan saya yang berkomentar yang dengan komentarnya bisa mencederai demokrasi dengan isu-isu SARA seperti yang ditunjukkan gambar berikut:
[caption id="attachment_337401" align="alignnone" width="490" caption="Doc Pribadi"][/caption]
Mengapa saya bisa mengatakan bisa mencederai?.Karena dengan isu SARA itu maka timbul sentimen negatif terhadap kelompok atau agama tertentu yang dapat memicu konflik horizontal, menilai dan mengukur seseorang bukan berdasarkan pada kapasitas dan kapabilitas serta azas kemanfaatan bagi kehidupan dan kemanusiaan tapi lebih pada sentimen yang bersifat tendensius dan hilangnya keadilan karena hak-hak dasar sebagai manusia yang bebas merdeka dibelenggu oleh SARA. Dengan isu SARA itu seseorang diukur bukan menurut rekam jejak dan prestasi kerjanya dalam bentuk kebijakan publik yang fundamental, komprehensif dan strategis untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan sosial tanpa membeda-bedakan SARA tapi diukur menurut sentimen kesukuannya, golongannya dan agamanya. Jika sudah begini Orang mau becus atau tidak, baik atau jahat, bersih atau korup tidak peduli lagi yang penting sukunya sama, golongannya sama dan agamanya sama maka digaullinya dan dipilihnya. Walaupun orang jahat, dzolim, pembunuh atau koruptor asal sesuku, segolongan, sekelompok dan seagama maka dibela dan dipilihnya.
Selain itu dengan isu SARA maka akan terjadi ketidak adilan dalam hal kebijakan publik, UU dan hukum. Kenapa saya mengatakan demikian?. Bisa dibayangkan jika kebijakan publik, UU dan hukum hanya berlaku untuk golongan, kelompok dan agama tertentu saja maka seseorang tidak bisa menempati posisi-posisi politik dan lain sebagainya hanya karena seseorang bersuku, bergolongan ataupun beragama tertentu. Hal ini telah nyata terjadi pada Lurah lenteng Agung-Suzan Jasmine dan wagub DKI-Basuki Tjahaya Purnama yang notabene kader partai Gerindra sendiri yang sedang mengusung Prabowo sebagai calon presiden RI 2014.
Dalam kaitannya dengan kontestasi politik dari pemilihan gubernur dan wakil gubernur sampai pemilihan presiden dan wakil presiden, sudah sejak lama saya menerawang dan meneropong tingkah polah elit-elit partai Islam yang telah banyak memberikan statemen negatif terhadap Jokowi. Sejak saat itu pula saya menebak dan menduga bahwa sasaran tembak sebenarnya bukan Jokowi sebagai muslim yang telah berhaji tapi sasaran tembak sebenarnya adalah FX.Rudyatmoko dan Basuki Tjahaya Purnomo yang beretnis tionghoa dan kristen dan isu besar sebenarnya adalah isu SARA. Karena kalau menilik dan meninjau Jokowi sebagai muslim tentu mengeluarkan serangan terhadap Jokowi itu merupakan tindakan kontraproduktif terhadap perjuangan Islam itu sendiri yang mengajarkan tentang kasih sayang bagi semesta alam, keadilan, kejujuran, kesederhanaan, melayani umat, menebar kebaikan dan kebajikan, membantu yang lemah dan miskin dlsb. Atau mungkin memang sasaran tembaknya Jokowi karena telah ikut memperjuangkan hak-hak golongan minoritas seperti Gus Dur yang dulu dilengserkan oleh poros tengah di bawah pimpinan Prof. Amin Rais yang sekarang bergabung di kubu Prabowo?.
Pada akhirnya saya ingat tentang kisah khalifah Umar bin Khattab yang membela seorang Yahudi karena rumahnya dibongkar paksa oleh seorang gubernur hanya karena mau membangun masjid. Khalifah Umar bin Khattab membela seorang Yahudi untuk mendapatkan kembali hak-haknya sebagai manusia walaupun seseorang itu Yahudi. Mungkin saja, inilah yang menyebabkan beberapa kelompok dan golongan di umat Islam sendiri tidak suka kepada khalifah Umar bin Khattab dan akhirnya terjadilah pembunuhan terhadap khalifah Umar bin Khattab oleh umat Islam sendiri. Bahkan kejadian pembunuhan terhadap khalifah terjadi berulang-ulang kepada khalifah-khalifah sesudahnya, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib bahkan cucu nabi Muhammad S.A.W (imam Hussein) dibunuh oleh beberapa kelompok dan golongan umat Islam sendiri karena terjadinya pergolakan politik di umat Islam.
"Apakah tidak cukup bagimu kisah-kisah umat di masa lampau menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berfikir?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H