Ketika perang dagang AS-China resmi dimulai 3 bulan lalu salah satu indikator penting makroekonomi sudah menunjukkan siapa yang kalah di ronde awal perang dagang dimana ekspor Indonesia tercatat -3% di bulan Oktober dan November dan membawa defisit dagang semakin memerah. Dibarengi dengan rontoknya harga minyak, yang secara faktual tidak membawa keuntungan karena hal itu juga di barengi dengan rontoknya harga komoditas yang jadi ujung tombak ekspor ke China. Dan ini menjadi tren jangka panjang yang sudah bisa dilihat dalam grafik berikut,
Dan secara rata rata(dalam 8 tahun terakhir)untuk tumbuh 4-5% Indonesia memerlukan utang LN 20 M Dollar, belum termasuk defisit yang ada. Total utang LN per November sudah di angka 360 M Dollar, sedang devisa hanya 1/3 dari angka tersebut, dimana hal itu tidak terjadi di 8 tahun lalu, dimana utang LN masih di kisaran 202 M USD, dan devisa masih 1/2 dari jumlah utang LN. Dengan hitungan itu seharusnya devisa aman berada di angka 160 M USD.
Thanks for reading,
Have a great luck and happy holiday.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H