Semakin pesatnya perkembangan teknologi berbanding lurus dengan perkembangan dari media massa. Kehadiran internet dalam kehidupan masyarakat memberi dampak yang cukup besar terhadap keberlangsungan media konvensional. Beberapa media konvensional yang terkena imbasnya ialah media televisi, radio, telepon genggam, buku, dan surat kabar (koran).
Berkat kehadiran internet, beberapa media tersebut dipaksa untuk berbenah diri menyambut era baru seperti media televisi konvensional menjadi media televisi digital, media radio konvensional menjadi media radio digital, telepon genggam menjadi smartphone, buku konvensional menjadi buku elektronik (e-book), dan surat kabar menjadi berita online yang dapat diakses melalui website. Dengan munculnya media baru ini, cara masyarakat dalam memperoleh informasi melalui media juga mengalami perubahan. Sebagai sumber informasi yang diminati masyarakat, beberapa media konvensional tersebut harus menciptakan sebuah inovasi agar dapat terus bersaing di era modern seperti saat ini. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan melakukan konvergensi (convergency, convergence) media.
Banyak makna atau penafsiran mengenai pengertian konvergensi media. Para ahli sepakat pengertian umum dari konvergensi media adalah "datang bersama-sama dari dua atau lebih hal-hal", walau belum jelas apa yang datang dan hal apa saja yang dimaksudkan (Grant dan Wilkinson, 2009). Di lain pihak konvergensi dapat dipandang sebagai "datang bersama-sama dari peralatan yang berbeda dan alat-alat untuk memproduksi dan mendistribusikan berita".
Brigg (2006:326) menyatakan pendapat bahwa konvergensi merujuk pada sebuah perkawinan antara komputer dan telekomunikasi yang dilanjutkan dengan bersatunya industri media dan telekomunikasi. Namun, Jenkins (2006:3) mendefinisikan konvergensi sebagai "aliran konten di platform beberapa media". Menurut Jenkins, konvergensi media adalah proses yang berkelanjutan yang tidak boleh dilihat sebagai perpindahan dari media lama, melainkan sebagai interaksi antara bentuk media yang berbeda dan platform (Jenkins, 2006).
Konvergensi media, fenomena yang melibatkan interkoneksi teknologi informasi dan komunikasi, jaringan komputer, dan konten media. Konvergensi media menyatukan "Tiga C" (computing, communication, dan content) yang merupakan konsekuensi langsung dari digitalisasi konten media dan mempopulerkan internet. Lima elemen utama dari konvergensi media ialah teknologi, industri, sosial, tekstual, dan politik (Encyclopedia Britannica).
Konvergensi media merupakan suatu istilah yang dapat merujuk pada (1) penggabungan teknologi media yang sebelumnya berbeda dan bentuk media karena digitalisasi dan jaringan komputer; atau (2) strategi ekonomi di mana properti media yang dimiliki oleh perusahaan komunikasi menggunakan digitalisasi dan jaringan komputer untuk bekerja bersama (The Canadian Encyclopedia).
Secara bahasa, konvergensi memiliki arti bertemu di suatu tempat atau memusat. Jadi konvergensi media dapat diartikan sebagai fenomena bergabungnya berbagai media yang sebelumnya dianggap berbeda dan terpisah yang meliputi media cetak maupun media elektronik (misalnya televisi, radio, surat kabar, dan komputer) menjadi satu ke dalam sebuah media tunggal. Istilah konvergensi digunakan pertama kali oleh Nicholas Negroponte dari Massachusetts Institute of Technology pada tahun 1978. Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan pertemuan industri-industri media.
Sebagai seorang mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, menurut pandangan saya dari kacamata pendidikan Berbagai bentuk media membuat suatu proses pembelajaran menjadi lebih fleksibel. Setiap orang mempunyai kekuatan dalam proses pembelajarannya, ada yang lebih menyukai media audio, ada yang video dan bahkan masih ada yang tetap mengandalkan media cetak untuk memahami suatu pembelajaran. Oleh karenanya konvergensi media sangat membantu pelajar untuk memahami materi ajar dengan memilih media yang sesuai dengan karakteristik maupun tingkat fleksibilitasnya. Dengan kata lain, konvergensi media dalam kegiatan belajar mengajar lebih dikenal dengan istilah virtual learning.
Virtual didefinisikan sebagai pengganti realitas, ilusi, atau trik. Istilah yang kerap kali digunakan di tempat yang memiliki sifat virtual. Pandangan ini mengasumsikan pemisahan terlalu tajam antara "virtual" dan "nyata". Nampaknya sederhana namun pada kenyataannya walaupun berinteraksi secara virtual, kita tidak dapat melepaskan realita yang ada di sekitar kita. Semua secara aktif diterima, dibangun dan diasumsikan dengan segala sesuatu yang nyata di sekitar kita. Virtual tidak harus dipahami sebagai realitas simulasi yang menerpa kita atau yang kita amati secara pasif, tapi konteks dimana respon aktif kita sendiri dan keterlibatan adalah bagian dari apa yang memberikan pengalaman kebenarannya dan kebermaknaannya. Oleh karena itu, virtual lebih dilihat sebagai sebuah konsep medial, baik yang nyata maupun imajiner ataupun lebih baik.
Secara umum, virtual learning atau proses belajar mengajar berbasis online/virtual dapat dipahami sebagai salah satu proses yang penting dalam pendidikan jarak jauh, dengan prinsip terdapat jarak antara dosen dan mahasiswa serta menggunakan media untuk berkomunikasi. Pendidikan jarak jauh telah menjadi topik pembicaraan yang utama apabila berbicara mengenai pembahasan jangkauan dan pemerataan pendidikan, yang mana disini keunggulan teknologi digunakan sebagai dasar dari proses pembelajarannya.
Kekurangan yang masih harus diperbaiki adalah informasi yang ada menjadi dipertanyakan. Apakah dapat dipercaya atau tidak? Selain itu, karena informasi yang harus diperbaharui secara terus menerus, menjadi dipertanyakan kredibilitasnya. Beberapa pihak ada yang menyalahgunakan konvergensi media ini dengan cara memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menyebarkan kebohongan tanpa menelaah berita tersebut benar atau tidaknya sehingga masyarakat banyak yang termakan isu atau hoax