[caption id="attachment_124382" align="alignleft" width="300" caption="Panorama dari Hargo Dumilah, Puncak Lawu"][/caption]
Apa yang dilakukan warga Magetan, Ngawi, Karanganyar, Sarangan, bahkan dari luar kota untuk mentakzimkan Satu Suro di Gunung Lawu? Pastilah bagi yang hobi mendaki, akan mendaki gunung ini dengan berbagai alasan, baik untuk berziarah, menikmati pesona alam, petualangan hingga berjual makanan dan sayuran.
Gunung Lawu berada di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Memiliki ketinggian sekitar 3.265 m dari permukaan laut.
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Dan puncaknya yang tertinggi adalah Hargo Dumilah. Seringkali setiap malam 1 Suro, Puncak Lawu menjadi tujuan utama pendakian oleh baik masyarakat sekitar maupun dari luar kota untuk berziarah. Karena saking populernya kita masih bisa menjumpai warung-warung yang menjual makanan.
Pendakian saya mulai dari Cemoro Sewu, yang memiliki 5 pos dengan jalur yang lebih nge-track dibandingkan melewati Cemoro Kandang. Ada beberapa jalur mendaki untuk bisa sampai ke puncak, masing masing adalah Cemoro Sewu (Sarangan, Jawa Timur), Cemoro Kandang (Tawangmangu, Jawa Tengah) , Candi Cetho (Ngargoyoso, Jawa Tengah), Ngawi (Jawa Timur) dan beberapa jalur alternatif lainnya yang memiliki tingkat ekstrimitas medan yang berbeda-beda. Namun, pendakian standart adalah melalui kedua base camp yaitu Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang, yang jarak gerbang masuknya terpisah hanya 200m.
Ini adalah pertama kali saya dan kesekian kalinya bagi teman-teman saya mendaki Gunung Lawu. Kami memilih jalur Cemoro Sewu pada pendakian 1 Suro tahun lalu. Saya dan teman-teman berangkat sudah agak sore, total hanya 5 orang beserta saya. Diawal perjalanan kami melewati Sendang Panguripan yang ada di Pos 1, sementara jarak antar Pos 1 dan 2 bisa dibilang lumayan jauh dan perjalanan kami harus tertunda semalaman di Pos 2 yang pada saat itu hujan turun cukup lebat. Pos 2 masih terletak di hutan yang cukup lebat dan alami, meski sedikit disayangkan banyak penjarah kayu bakar yang sampai kesana.
Perjalanan dilanjutkan pagi harinya, jarak Pos2 ke Pos 3 bisa dibilang lumayan dekat. Meski cukup terjal namun dengan struktur jalur yang dibuat berkelok, sehingga kita masih bisa mendaki tanpa menguras tenaga plus beberapa jalan landai. Kemudian kami melewati Pos 3 ke Pos 4 jalur Cemoro Sewu yang juga berupa tangga dari batu alam yang ditata sedemikian rupa. Namun, jarak tempuhnya bisa dibilang jauh dan berhasil menguras tenaga. Beberapa orang menyarankan agar beristirahat di Pos 3, dikarenakan pos ini yang nyaman berada di area batu bukit yang tinggi. Sementara gerimis waktu itu ikut rombongan kami mendaki dan perjalanan yang terjal tiada ampun. Akan tetapi tiap-tiap antar Pos ada beberapa titik untuk beristirahat yang telah disediakan dan bisa dimanfaatkan untuk berteduh.
Kami berhenti sebentar di Batu Kapur, terletak di antara Pos 3 dan 4, sembari istirahat dan melihat pemandangan. Di sinilah kami menemui pedagang sayur yang disinyalir penyuplai sayur untuk warung-warung penjual makanan di Hargo Dalem, sebut saja yang terkenal adalah Mbok Yem. Kami juga menemui seorang Dokter yang baik hati bernama Pak Santoso yang berasal dari Semarang. Telah beberapa kali berkunjung di Lawu dan beliau juga sempat mendaki Jaya Wijaya dan Fujiyama (Jepang).
Pendakian dilanjutkan dan hujan kembali menjadi faktor penunda utama kami, beruntung di Pos 4 masih ditemui penjual makanan dengan tendanya, sehingga kami bisa berteduh dan disitulah para pendaki lain ikut berteduh. Disela-sela itu, kami ikut mengobrol-ngobrol dengan beberapa pendaki yang lain, bahkan para pendaki yang tua dari luar kota (Malang) dan pengalaman dengan senang hati menceritakan berbagai pengalaman pendakiannya di berbagai tempat. Setelah hujan reda, Perjalanan di Pos 4 menuju Pos 5 kemudian mulai kami tempuh.
Perjalanan dari pos 4 ini kita akan menemukan sebuah sumur yang diberi nama Sumur Jalatundha, yang memiliki kedalaman hampir 15m dengan lubang masuk sumur yang mirip Gua. Setelah Sumur Jalatundha kami menjumpai sabana luas yang sebelumnya kami terlebih dahulu pindah bukit karena penasaran dengan Gua Sigala-Gala, kemudian tibalah di sebuah sumur lagi yang diberi nama Sendang Derajad, konon sendang ini berisi ketika musim kemarau atau tepatnya di bulan Sura, beruntung kami waktu itu datang tepat waktu sehingga menjumpai kondisi sendang yang terisi air. Setelah Sendang Derajad, kita masih berlenggang di sabana yang luas menuju Pos 5 yang berdekatan denganHargo Dalem.
Setelah sampai di Hargo Dalem yang juga terdapat makam Raden Brawijaya dan juga warung makan, yang paling terkenal adalah Mbok Yem, kami bergegas mencari tempat untuk mendirikan tenda. Di tempat ini, para pendaki biasa menginap dan hampir mirip seperti perkampungan, karena tempat ini luas, dikisarkan 3 kali lapangan sepakbola lebih. Kami memilih mendirikan tenda di dekat Rumah Botol. Salah satu bangunan unik lainnya yang bahan bangunannya memakai sampah-sampah botol plastik bekas minuman, botol gas, dan beberapa botol bekas lainnya dan bisa masuk kedalamnya jika dikenankan.