Lihat ke Halaman Asli

Mengikuti Arus atau Mengikuti Hati

Diperbarui: 8 Oktober 2016   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjalanan hidup penuh dinamika. Selalu ada aneka kesempatan bagi siapa saja yang sadar. “Kenapa sadar?” Tanya Piyikdemong Merpati. Hadirin menyimak arah diskusi.

“Tentu hanya sadar dan kesadaran yang membedakan kualitas dan abal-abal! Konkretnya, bisa saja ada yang berminat dan suka dengan ikut arus. Bisa bagus, jika itu arus yang sesuai minat. Belum tentu manfaat lho! Sadarilah ini. Satu lagi yang mengikuti hati! Ini juga punya risiko. Ketika hati jujur, akan menghasilkan kualitas – meski jalan kadang sulit! Sadar dan kesadaran penting di sini.” Cukup singkat penjelasan Bajingko Tupai.

“Apakah mengikuti hati, selalu begitu berisiko? Bukankah yang mengikuti arus juga berisiko?” Bagi Soangime Angsa ini perkara yang menarik didiskusikan. Karena itu ingin tahu lebih lanjut.

“Semua kembali pada tiap individu. Ikut arus akan baik, selama kuat di tujuan. Jika tujuan lemah kendali bukan di diri tapi yang lain. Jadi bisa lemah! Sedangkan mengikuti hati, fokus pada diri yang utama. Yang mengatur adalah diri sendiri. Bahwa nanti butuh sesama – sudah barang tentu! Dua-duanya butuh kejujuran dan kebenaran! Pura-pura dan hanya cari muka, lama-kelamaan akan ketauan!” Penjelasan Girafenoni Jerapah secara singkat ini membuat Komunitas Kita tercenung. Kembali pada diri adalah kunci!

Saatnya mendengarkan suara hati… -Jujur pada pilihan itu kunci.- Pastikan esensi duluan daripada kulit.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline