Anggaran belanja desa rawan di korupsi, sebab pilur yang biaya tinggi
Sayyid jumianto
Desa seakan menjadi gambaran nyata kelak pemilu raya 2024.
Bisa jadi tolok ukur masa pandemi covid 19 untuk pelaksanaan demokrasi di tingkat nasional kelak.
Bukan masalah gelontoran dana milyaran untuk kelurahan saja yang menjadi minat seseorang untuk jadi calon lurah. Bisa jadi meneruskan "dinasti lurah" dari bapak atau mbahnya dulu pernah ngelurah di salah satu desa setempat.
Namun ada juga yang mengabdi tulus syukur-syukur kecipratan dana desa yang milyaran rupiah tersebut.
Paling parah adalah calon lurah yang berotak bisnis bisa tink tank proyek skala nasional yang sungguh akan di manfaatkannya kelak.
Saya masih berprasangka baik bahwa ketulusan mengabdilah yang sungguh membuat mereka menjadi calon lurah dan beradu nasib kelak waktu pilkades.
Biaya tinggi
Nyalon lurah tidak hanya bicara tentang modal dengkul dan kejujuran. Memang perlu biaya tinggi dan itu biasanya di bebankan pada calur yang bersangkutan.
Biaya tinggi inilah yang buat calur bokek atau miskin biasanya kalau sudah jadi nanti" golek tombok ".