Lihat ke Halaman Asli

Sayyid Jumianto

Menjadi orang biasa yang menulis

Kritik Lewat Seni Riwayatmu Kini

Diperbarui: 29 Agustus 2021   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.prialsayyidja

Kritik Lewat seni riwayatmu kini

Sayyid jumianto

Kasus mural "j 404"  cukup sita perhatian kita, sebuah mural yang buat jenggah kalangan istana lamgsung di blok dengan warna hitam perintah langsung dari setkab lewat wakil setkab. 

Lalu siapa yang membuat mural di usut karena pontensi "ganggu ketertiban umum". Alasan simpel presiden sebagai simbol negara dan lambang negara harus di jaga ranahnya. Tidak Untuk "dikritik" itulah jawaban simpelnya.

Seni adalah jalan halus untuk kritik sebuah penguasa dulu keseniaan wayang, ludruk dan kethoprak adalah media kritik halus ibarat" oleh iwake ora buthek banyune;"mengena dan selalu dikenang masyarakat pesannya. 

Inilah kearifan lokal yang belum tergantikan, bukan lawakan live yang hitungannya adalah komersiil dan tanpa pesan yang mengema untuk hati pemontonnya.

Ketika orang masih mendemgar radio (sampai sekarang padcast/live streming) di RRI malah membuka pintu lebar kritik itu seperti di RRI Jogja dagelan Basiyo dengan pangkur jengglengnya tak terasa bisa diterima oleh pemerintah saat itu (Orde Baru) walau isinya kadang bisa merahkan kuping pejabat saat itu. 

Selain itu pertunjukan teater ala teater Gandrik atau teater Cak Nun  sungguh bisa diterima penguasa saar itu, atau teater koma yang legendaris dengan kritiknya.

 Waktu memang beda waktu Orba bisa jadi sebuah pertunjukkan seni atau pameran seni tidak di ijinkan kalau niatnya kritik" tanpa dasar

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline