Makanan dari singkong (ketela pohung ) khas Jogja
Sayyid jumianto
Sunguh hujan di bulan juni sangat membuat semua serasa sensasi "udan salah mongso" sepertinya benar adanya kiasannya .Karena bulan juni adalah ini sebenarnya adalah musim kemarau banyak petani yang menanam polowijo dan sedikit yang masih menanam padi karena mereka hitung dengan pasaran jawa adalah sudha masuk mangsa ketigo ( kemarau) versi petani-petani di sini, dan kemungkinan rendeng ( musim penghujan ) adalah antara Juli dan agustus kelak.
Bisa kita lihat dari terbitnya matahari yang ada di sebelah equtor katulistiwa dan inila sebenarnya posisi matahari di musim kemarau saat ini, tetapi iklim sudah berubah dan pranoto mongso akhirnya juga berubah seiring kemajuan zaman maka BMKG adalah salah satu tujuan " ramalan" dan acuan yang pasti bagi petani pulau jawa khususnya Jogja. Petani tetap semangat walau merebaknya pandemi corona ini mereka tidak pantang dan putus asa menjalankan aktivitas di kebun dan di sawah-sawah mereka.
Alasan anomali cuaca menjadikan terjadinya curah hujan di seantero negeri adalahbenar adanya karena musim dingin di benua australia mempengaruhi pola musim hujan di sini juga, khususnya sangat terasa di pulau jawa dan Jogja pada umumnya karena hujan lebat dan di sertai angin terasa dingin bila sore, malam hingga pagi.
Sebagaian petani yang diwilayah Kabupaten Sleman tidak ada matinya mereka mengolah sawah karena kebetulan mata air dari lereng gunung Merapi seakan tida habisnya yang mengalir ke selatan dan sebagaian langsung ke wilayah kabupaten Bantul, semua petani sungguh terbantu dengan adanya Selokan Mataram yang di gagas oleh kanjeng Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX yang mendapat ide utuk menyelamatkan rakyatnya dari penindasan penjajah kala itu. Sekarang selokan Mataram ini sungguh bermanfaat bagi rakyat Ngayogyakarto hadiningrat sampai sekarang.
Hanya sebagaian wilayah kabupaten Kulon progo dan Gunung kidul yang sungguh sangat merasakan bila musim kemarau tiba karena daerah pegunungan selatan ( gunung kidul) dan pegunungan menoreh ( kulon progo) sangat membutuhkan air bahkan droping air kesabagaian wilayah mereka.
Namun petai di kedua lereng ini sungguh tangguh dalam menyikapi keadaan ini mereka bisa mengkatinya dengan bercocok tanam sesuai musim yang ada di wilayan Kulon progo banyak di buat sumur di mbulak-mbulak sawah mereka yang di anamakan "sumur renteng" untuk memenuhi kebutuhan pertanian mereka yang di lakukan bersama dengan menimba ataumesin pompa air di lakukan dengan semangat gotong royong yang ada. Hampir sama di Kuon progo petani di Gunung kidul dengan mengkiati keadaan dengan menanam tanaman musim kemaruu dan juga mengkiatiny keadaan rawan air ini.
Realita ada kesamaan antara pegunungan Menoreh di Kulon progo dan pegunungan selatan di Gunung kidul bayak petani yang menanam polowijo dan juga menanam ketela pohong ( ketela jendra) adalah nama yang saya dapatkan dulu dari simbah, kakek nenek kami sungguh sebuah kenyataan di dua daerah ini tanaman tahunan ini bisa tumbuh dan juga berkembang dengan baik walau di tanah yang tandus dan tidak subur tetapi kesabaran dan ketabahan petani untuk menanam dan memeliharannya membuat hasil yang sungguh tidak disangka-sangka.
Sungguh dulu tahun 1960an hasil dari ketela jendral ini bisa menyeleamatkan peduduk dari bahaya kelaapran dan ini realitanya karena itulah tanaman ini bisa mendatangkan manfaat sampai sekarang dan di tanam sengaja di lahan-lahan subur atau di dataran-dataran pegunungan yang tandus tetapi beda dengan dulu untuk ketahanan pangan sekarang di budidayakan karena adanya nilai ekonomis yang menyertainya.
Sekarang semua orang menjadikan ketela pohong sebagai produk unggulan ekonomis di kedua wilayah ini dan sungguh bisa menjadi bahan yang mempunyai nilai lebih dari yang lainnya. Sebagaian wilayahn menjadikannya sebagai icon dan produk unggulan yang tidak ada di wilayah lain di Jogja bahkan bisa terkenal bukan saja di Jogja namun di luar wilyah dan jadi oleh-oleh wisatwan yang datang ke Jogja.