Lihat ke Halaman Asli

Sayyid Jumianto

Menjadi orang biasa yang menulis

Anak Pantai (10) Cerita tentang Kakak

Diperbarui: 22 Mei 2021   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pri

Anak pantai (10) cerita tentang kakak

Pantai yang indah sungguh selalu buat semua orang senang, tempat favorit untuk rasakan deburan ombaknya kapal nelayan kecil terombang-ambing di gulungan ombak sementara lautan tak hentinya menebarkan buih pesonanya semua orang terhanyut halusinasi angin laut dan mereka lupa sudah jauh di sebagian pantai sadar ketika ombak sudah menggulungnya.

Kadang semua orang lupa dibalik indahnya lautan ada ancaman langsung dari samudera gulungan ombaknya mematikan asa, rasa dan buat perih hati kita. Canda tawa bisa jadi sedih berkepanjangan karena lupa tanda bahaya.

Kakak yang baru seminggu bebas tugas sudah ditawari beberapa juragan kapal untuk ikut berlayar karena alasan simpel, "Bapakmu dulu pelaut tangguh dan kami suka atas tantangan kerjanya itu sudah nitis di kamu," tetapi kakak tidak bergeming dengan bujukan mereka, kakak sadari semuanya menurut bapak sudah berlalu karena itu bapak menyuruh kakak untuk sekolah kejuruan teknik mesin. 

Alasan bapak satu trauma ketika di tengah samudera mesin kapal bapak dulu rusak dan tragedi itu terjadi itu yang buat bapak trauma. "Terserah kamu lhe mau jadi nelayan atau buka bengkel," itu kata bapak pada kakak ketika pulang lebaran kemarin.

Beberapa orang sudah menunggu kami mereka mengeluh mesin kapalnya selalu rusak kadang kipasnya terbelit plastik atau sabuknya putus dan tidak bisa jalan lagi.

"Ini sudah aus pakde diganti sabuknya yang baru," kata kakak sambil menerangkan mesin rusak bisa diperbaiki.

Aku baru tahu ternyata di dalam kotak-kotak itu ada alat perbengkelan dan kakak ternyata pintar juga.

Kemarin lik karso menyuruhnya perbaiki pompa listriknya dan inilah yang buat seisi kampung tahu kakak sudah pulang dari kota, bisa kabar mulut ke mulut lebih cepat daripada Hp.

Lik karso teringat dengan mendiang anaknya yang dulu dipaksanya ikut melaut dan tidak tahu takdirnya musibah itu persis sama dengan kejadian kapal bapak tetapi lik karso bukan saja kehilangan anaknya juga kehilangan adik-adiknya sampai sekarang tetap melaut dan itu harapan kehidupannya saat ini.

Kakak jadi mikir di laut ada sampah plastik atau sekarang ada apa di muara sungai itu?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline