Lihat ke Halaman Asli

Sayyid Jumianto

Menjadi orang biasa yang menulis

Anak Pantai (7)

Diperbarui: 16 Mei 2021   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pri

Anak pantai (7)

Keceriaan lebaran minggu ini masih terasa pantai yang sepi berubah sedikit ramai. Pengunjung wisatawan lokal bagai semut mengintati gula. Melepas dahaga setelah sebulan puasa, bermain dipantai mendekat ombak pantai yang bergulungan "ingat protokol kesehatan, tetap pakai maseker, jaga jarak dan selalu cuci tangan setelah beraktivitas, tidak boleh sampai palung laut berbaya" peringatan beberapa petugas bpbd, kepolisian dan tentara juga relawan dikerahkan pagi ini.

Dok.pri

Kecerian semu "kata kakak padaku. "Kita butuh hiburan kak setelah semua ini " jawabku singkat. Seperti laron yang mengerubungi lampu di pantai ini semua bahagia walau entah nanti akan ada penyebab baru penyebaran virus laknat ini.

Sepertinya kita harus punya niat lain untuk damaikan diri dengan virus ganas ini dimulai dari diri sendiri itulah kunci sebenarnya, penguasa hanya carikan vaksin, buat undang-undang dan sediakan fasilitas kesehatan.

Anak-anak ceria

Lihatlah di pantaiku
Pasirnya hitam
Tersapu indahnya gelombang pantai selatan
Ingin rasanya mengadu pada gelombangmu
Walau sendu
Semua bagai saksi hidupku

Aku tulis sebait puisi di buku tulisku aku masih berpikir keras mengapa kakak kenal dengan anak juragan ikan itu.

 Kakak diam kadang hanya seulas senyum dan selalu tundukkan kepala merendah seperti bapak dulu yang pernah punya kapal besar dan tetap rendah hati sampai musibah itu merenggut semua cita dan cinta kami. Bapak selalu menolak untuk di ikutkan kapal besar mengarungi samudera alasannya simpel sudah tua. 

Padahal aku tahu bapak pengen sekali melaut lagi tetapi rasa bersalah bapak terlalu besar dan rasa tanggung jawabnya itulah yang sekuat tenaga semua barang dan sepetak lahan rumah kami dijualnya untuk mengobati anak buah kapalnya dan memberi uang duka bagi sebagaian anak buahnya yang meninggal dalam kejadian itu.


Bapak tidak malu kerja dipabrik pengolahan ikan walau dulu pernah jadi juragan kini kami hidup apa adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline