Lihat ke Halaman Asli

Sayyid Jumianto

Menjadi orang biasa yang menulis

Kritik Lewat Seni Lebih Elegan

Diperbarui: 16 Februari 2021   11:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pri

Kritik lewat seni lebih elegan

Al_sayyid jumianto

"Sayembara "presiden untuk menyuarakan kritik ternyata sedang jadi bola liar yang ditangkap para pemain dan juga penonton. Walau bila liar itu akhirnya berimbas pada apa yang di namakan "pembelaam" segelintir orang atas sikap pemerintah dan berujung "pemerintah tidak bisa melarang"pelaporan  orang yang mengkritik ke polisi oleh individu dan kelompok tertentu karena "terlalu" keras dalam mengeritik penguasa saat ini. Korban jebakan batman ini sudah dideoan mata Novel baswedan dan Din samsudin, walau terkenal vokal dan kritis tetap ada yang" sakit hati" karena yang dicintainya di kritisi.

 Ekpektasi yang kebablasen  mereka seakan menjadi pihak front pembela  militan terhadap pemerintahan saat ini bahkan politisi senior pun sekelas JK masih di ragukan kekritisan dan dicurigai  akan membuat sesuatu, itulah keadaan sekarang yang tidak mendukung suara kritis karena semua seakan monoton dan kita seperti robot-robot yang bisa yes man, karena terbukti bahwa dibutuhkan.kearifan dan juga bijaksana dalam memdengar kritik langsung maupun tidak langsung jangan dikit-dikit lapor polisi itu tidak bijak bukalah ruang dialog bukan emosi serta akal. 

Kedepankan musyawarah dan juga pikiran bening yang waras itulah yang hilang saat ini. Sik waras ngalah  agaknya pameo ini masih relwvan dan saatnya itulah mengapa sekarang kita harus tahu dan paham  sang presiden seakan "kesepian" ditengah riuhnya suasana peta politik tanah air sekarang.

Kritik lewat seni

Saatnya kita ingat kembali lagu-lagu iwan fals, puisi ws rendra, puisi wiji tukul,  teater koma dan teater gandrik atau ketoprak contong dijogja kesenian pembawa pesan kritis pada penguasa saat itu dengan konsekwensi logis benturan dengan penguasa adalah cara elegan untuk tetap "bersuara "kritis bukan itu lebih terhormat?

Tampaknya perubahan zaman generasi Viral adalah produk media bubels yang tidak punya keberanian untuk bersuara beda, generasi jempol yang belajar, bekerja dan bermain lewat gadget dengan keterkejutan budaya  karena tidak melongok jendela runahnya tahu kiri kanan permasalahan sosial dengan manut dan ikur kebijakan mendikbud belajar dirumah karena pandemi  corona ini seakan semakin "tenggelamkan"suara-suara kritisi tu.

Saran

Real kritik adalah bukan sembarang kritik karena itu kritiklah lewat seni, menulis dan vlog, atau blog yang lebih halus dan bermakna bagi kita semua. Bagi penguasa mari  Buka kran dialog dan akal yang dingin lupakan emosi.

Maka  saran saya lewar jalur kritik dan kritislah lewat jalur seni lebih elegan!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline