Lihat ke Halaman Asli

Sayyid Jumianto

Menjadi orang biasa yang menulis

Pathok Bandara, Sebuah Novel 26

Diperbarui: 28 Februari 2016   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="alsayidja.paint"][/caption]

 

cerita yang kemarin ini

Apakah kejadian ini membuatku menyerah jawabku tidak! walau kadang hati sedikit goreh dan tidak tenteram bila entah mengapa mengalami kejadian ini aku juga tidak habis pikir, bagaimanapun isyu calon bandara ini juga membuat kampung kami menjadi sedikit anget, panas demam.

Jangan kami di cap "membandel" tetapi keyakinan kami belumlah bisa di cairkan karena komunikasi anatara pejabat di desa kami dan pejabat  pusat yang mengurus  proyek mega ini adalah pusat kata aorang daerah, padahal aku tahu hanya perusahaan  pengusaha Cakil dan  candi pur  milik BUMNlah yang "memonopoli" semua yang ada ini.

Bagaimanapun inilah kehendak kami"mempertahankan yang ada" demi sebuah asa, dan menyilahkan bila ada yang akan"menyerah dan  sepakat", kami belumlah sepakat bulat, dlam penyerahan aset kami kepada calon mega proyek ini.

"nduk sebaiknya jaga diri, calo-calo sudah pada masuk desa kita" kata simbok padaku

"lalu mereka  akan membuat apa mbok? tanyaku pada simbok

"memperoleh tanah dan sawah dengan harga semurah mungkin dan dijual semahal mungkin" terang simbok padaku

Byar !!!! terang benerang sekarang  hati dan pikiranku aku jadi tahu

"jadi yang merekayasa pendapa kita bisa jadi anak buahnya pak cakil mbok? tanyaku

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline