[caption caption="HANYA SEBUAH PAINT DARI AL SAYID"][/caption]
Apakah menolak melanggar hukum dengan konsekwesinya yang fatal ataukah menerima juga melanggar hukum hati nurani kita yang pada dasarnya menolak bila sesuatu tidak pada tempatnya, entah mengapa harus semua di korbankan demi kemajuan sesaat dari desa menjadi mega politan dan mega bandara yang besar juga
Dilematis sementara sepantaran simbok dan lik Tum hanya pasrah dengan keadaan ini tetapi anak dan generasi adik-adiknya seakan tidak menerima bila hanya pasrah bongkokan, kalah dan menyerah tanpa bela diri.
Bukankah kamu tahu semua hanya akan menajalankan atruran yang dikuatakan dengan ikatan batin ya unggah-ungguh dari kebaisaan ya hukum adat bersaing dengan hukum modern yang bersumber kUHP akhirnya saling tidak melengkapai bahkan saling tidak ketemu satu hukum dengan yang lain.
Terutama bila hukum adat hak mempunyai tanah di benturkan dengan hukum modern dengan dalih untuk kepentingan umum maka pemerintah berhak memeberdayakan dan menggunakan tanah ini untuk kepentingan umum "dirampas paksa" dengan dasar undang-undang agraria yang baru.
"semua tetap dipertahankan , mba" kata lik Legiman padaku
"ya tetapi lihat sendiri itu sepanduk sudah diturunkan paksa kita harus tidak dengan kekerasan , taati peraturan sja" dorongkupada lik Legiman, saat itu juga ketika kami melihat Satpol PP pemerintahan Kabupaten Kali perkakas mencopi spanduk penolakan kami
"kuncinya sabar, diplomasi dan tanpa kekeraasan " aku setengah mengingatkan sederatan pemuda yang emlihat "show off" pencopotan spanduk-spanduk kami ini.
***