Lihat ke Halaman Asli

Alyaa ShaafiyahArrasyid

Mahasiswa / Hubungan Internasional / Universitas Muhammadiyah Malang

Strategi Nation Branding melalui Gastrodiplomasi

Diperbarui: 27 Juli 2022   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kondisi Globalisasi yang saat ini terjadi di seluruh dunia memunculkan terbentuknya kompetisi antar negara, salah satunya melalui budaya. Budaya sebagai salah satu elemen dari sebuah negara mampu menarik perhatian publik Internasional dengan berbagai macam kekayaan serta keistimewaan tiap negara, budaya dapat menjadi salah satu potensi yang dijadikan oleh aktor-aktor negara untuk berdiplomasi sebagai upayah mencapai kepentingan nasionalnnya, penggunaan budaya dalam National Branding suatu negara bukan hanya berdampak pada peningkatn dalam bidang ekonomi saja namun juga mampu menjadi sarana dalam memperkut hubungan diplomasi antar negara- negara lainnya. Budaya sebagai bentuk dari soft power, yang dimana makanan merupakan bagian dari budaya mampu digunakan sebagai mekanisme dari Soft Power. 

Meskipun mekanisme umum Soft Power ini dianggap tidak mempunyai visibilitas politik yang kuat, makanan mampu atau memiliki potensi sebagai bentuk upayah peningkatan hubungan diplomasi yang terjadi antar negara. Konsep soft power menjelaskan bahwasanya secara sistematis menilai percepatan proses globalisasi dimana potensi makanan digunakan oleh aktor politik, negara, perusahaan hingga organisasi pemerintah maupun non pemerintah. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwasanya makanan tidak hanya dapat mempengaruhi lingkungan sosial tapi juga sebagai bentuk interaksi pada bidang politi serta ekonomi.

Makanan serta representasi simbolnya dapat digunakan sebagai komunikasi dalam identitas, nilai-nilai serta cara berfkir. Makanan sebagai alat diplomasi merupakan bentuk soft power yang dilakukan oleh suatu negara. Munculnya diplomasi melalui makanan membuat terbentunya sebuah istilah gastrodiplomasi yang dimana merupakan cabang diplomasi publik dengan makanan sebagai Nation Brand dengan karakteristik khas yang dimiliki oleh suatu negara. Gastrodiplomasi digunakan pertama kali dalam artikel Economist yang didalamnya membahas sebuah kampanye diplomasi publik oleh Thailand guna mempromosikan makanan serta kuliner negaranya kepada ranah Internasional.  

Pemahaman gastrodiplomasi sendiri adalah upayah pengenalan kepada ranah Internasional tentang sebuah warisan makanan atau biasa disebut sebagai makanan tradisional. Pada tahun 2009, Korea Selatan telah berhasil dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian negaranya. Namun, perkembangan yang dialami oleh Korea Selatan memuculkan kekhawatiran bagi Branding Korea Selatan yang dianggap masih kurang. 

Pemerintah Korea Selatan yang saat itu dipimpin oleh presiden Lee Myung Bak mengupayahkan dalam peningkatan Branding Korea Selatan melalui Gastrodiplomasi menggunakan keberhasilan Thailand dalam pembentuka gastrodiplomasi negaranya. salah satu bentuk Gatstrodiplomasi yng dilakukan oleh Korea Selata adalah pengembangan Kimchi sebagai makanan tradisional Korea selatan dengan cita rasa yang otentik membuat Kimchi memiliki daya Tarik tersendiri diranah publil. 

Pengembangan Kimchi di kanca Internasional tidak dapat dipungkiri karna adanya perekmbangan Korean Wave enta dari K-Movie, K-drama. Dalam peningkatan soft power yang dilakukan, Korea Selatan melalui “Global Hansik” pada tahun 2003-2009 mengeluarkan kebijakan yang didalamnya berisikan kebijakan gastrodiplomasi yang dilakukannya. Hal tersebut diharapkan dapat melancarkan perluasan kerjasama antara Korea Selatan dan negara asing dalam hal diplomasi makanan, Serta sebagai bentuk upayah dalam menyatukan wilayah hingga peningkatan kepentingan nasional.

 Gastrodiplomasi yang telah dilakukan oleh Korea Selatan menjadi salah satu alat dalam hubungan internasionaal. Dalam perkembangannya perkembangan aktor negara tidak hanya didominasi oleh aktor saja namun interaksi antar msyarakat menjadi salah satu komponen peningkatan hubungan bilateral antar negara. Unsur diplomasi melalui pemerintah menjadi hal yang tidak relevan dimasa kontemporer saat ini, hal tersebut dapat dilihat melalui peranan masyarakat sebagai salah satu aktor yang memiliki kapabilitasdala memberi kebijakan dari suatu negara. Pengeluaran suatu kebijakan memiliki tujuan utama berupa kepentingan nasional dalam upayah peningkatan soft power suatu negara. Korea selatan dalam pembuatan kebijakan ‘Global Hansik” memiiki tujuan berupa upayah transformasi makanan Korea selatan sebagai branding global, hal tersebut dilator belakangidengan upayah Korea Selatan dalam upayah peningkatan ekonomi negaranya serta peningkatan soft power sebagai branding negaranya

Dalam hal ini, peningkatan gastrodplomasi sebagai bentuk implementasi diplomasi antar negara melalui makanan tidak hanya dapat meningkatkan ekonomi global suatu negara, namun juga sebagai peningkatan nation branding suatu negara, hal ini membuktikan bahwasanya budaya memiliki peranan aktif dalam meningkatkan hubungan bilateral antar negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline