Perempuan tidak berdaya.
Berapa juta kata yang pernah kita dengar tentang perempuan? Akan ada banyak sekali, bahkan jika kita cari di lama pencarian, mungkin jumlahnya tak terbatas. Akan selalu ada pembahasan menarik mengenai 'perempuan'. Namun seperti yang kita ketahui, akan selalu ada dua sisi menarik tentang sebuah topik. Terutama tentang perempuan.
Perempuan kerap kali dijadikan objek yang dianggap lemah, tidak berdaya, penurut, nomor dua, dan masih banyak sebutan tentang perempuan dan segala sisi kelemahannya itu. Pandangan itu terus menerus ditumbuhkan dari masa ke masa, hingga menciptakan stereotip dan batas-batas tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh perempuan, tentang apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan oleh mereka.
Hal tersebut menciptakan banyak sekali keraguan tentang perempuan, dan bahkan sering kali keberadaan perempuan 'dipertanyakan' bahkan 'diragukan' dalam sebuah kelompok atau kondisi. "Perempuan bisa apa?" katanya.
Belum lagi tuntutan dan ekspetasi masyarakat mengenai perempuan, membuat mereka seolah-olah memang ditakdirkan hanya untuk mengikuti apa yang sudah tertulis di dalam masyarakat. Jika mereka tidak mengikutinya, maka celaan dan kecaman akan terus dilontarkan oleh masyarakat. Bagi sebagian masyarakat, perempuan hanya bertugas di dapur, sumur, dan kamar. Perempuan harus bisa memasak dan mengurus anak.
Pemikiran yang ditanamkan oleh para orang tua di zaman dahulu, entah pada anak perempuan ataupun laki-laki, tentang peran dan larangan terhadap perempuan, pada akhirnya membuat batas-batas itu kian nyata di masyarakat. Dan yang sangat disayangkan adalah sebagian perempuan meneruskan pemikiran itu dan menanamkan pada anak-anak mereka, bahwa selamanya perempuan adalah makhluk lemah dan tidak berdaya, sedangkan laki-laki adalah makhluk yang kuat dan bisa berdiri di kaki sendiri.
Sebagai seorang perempuan, kita memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Tidak peduli dengan apa yang masyarakat katakan, mengenai batas-batas tersebut, perempuan justru berdaya dan memiliki keistimewaannya sendiri dalam mengambil keputusan. Bagaimana bisa, mereka yang dilahirkan dari seorang perempuan, mengatakan bahwa perempuan adalah makhluk paling lemah?
Justru karena kita perempuan, kita mempunyai pilihan besar untuk menentukan bagaimana hidup yang akan kita pilih dan jalani. Memasak, mencuci, bahkan mengasuh anak bukan hanya tugas yang perlu dilakukan oleh perempuan. Laki-laki juga berhak melakukan hal tersebut, tidak ada salahnya dengan mencuci, memasak, bahkan mengasuh anak hanya karena mereka adalah kaum adam. Stereotip yang berkembang di masyarakat lah yang pada akhirnya menciptakan batas-batas tersebut.
Perempuan juga bisa meraih pendidikan tinggi sama seperti laki-laki, meraih gelar dan pekerjaan bahkan tugas yang sama dengan mereka. Dan jika ada pandangan masyarakat yang mengatakan bahwa semua itu akan sia-sia untuk seorang perempuan, karena pada akhirnya mereka akan kembali ke keluarga nya dan menjalani peran sebagaimana seharusnya seorang istri dan ibu, maka tidak ada yang pernah disebut sia-sia dalam meraih ilmu dan pengalaman.
Semua itu adalah pilihan, jika pada akhirnya mereka memutuskan untuk mengurus anak dan menjadi ibu rumah tangga, atau mereka memutuskan untuk tetap bekerja walalupun telah menjadi seorang ibu, semua itu boleh-boleh saja dilakukan. Tidak ada yang salah jika harus menjadi ibu rumah tangga dengan pendidikan tinggi yang pernah mereka tempuh. Hal tersebut seharusnya bisa membuat mereka, menanamkan pemikiran dan asuhan yang tepat agar nantinya, anak-anak mereka memiliki pola pikir yang baik tentang keberadaan perempuan.
Kita sebagai perempuan harus memahami terlebih dahulu, bahwa menghargai keputusan sesama perempuan adalah langkah paling awal untuk mematahkan stereotip masyarakat tentang kita. Karena kita bisa menghapuskan batas-batas itu jika kita menyadari bagaimana berdaya nya kita sebagai seorang perempuan. Kita punya andil besar dalam hidup kita sendiri. Langkah dan pilihan yang kita buat, bisa menentukan bagaimana selanjutnya keberadaan kita diakui dan dihargai. Percayalah bahwa kita juga berhak menentukan pilihan kita sendiri.