Beberapa minggu yang lalu, kita digemparkan dengan perilaku seorang siswa yang tega membakar sekolah tempat ia menimba ilmu. Banyak sekali pertanyaan yang muncul tentang alasan ia melakukan hal demikian. Para guru pun terkejut dengan apa yang ia lakukan. Karena menurut mereka, sang anak dikenal sebagai siswa yang pendiam.
Ketika ditelusuri lebih dalam tentang motif ia melakukan hal tersebut. Ternyata ia kerap mendapat bully-an dari siswa lain dan merasa sakit hati. Ini kembali menjadi persoalan, karena kejadian ini lagi-lagi terjadi di sekolah. Tempat dimana seharusnya anak-anak mendapatkan ilmu dan pembinaan karakter.
Lalu sebenarnya, tanggung jawab siapakah mental dan karakter anak?
Jika beberapa dari kalian menjawab bahwa mental dan pikiran kita adalah tanggung jawab diri sendiri. Mungkin anda benar. Namun, lain hal nya dengan anak-anak di bawah umur. Kita tahu betul bahwa penanaman karakter sejak dini adalah tanggung jawab orang tua dan sekolah. Jika penanaman karakter kurang maksimal atau tidak pernah diberikan oleh orang tua ataupun sekolah. Maka kita dapat menarik kesimpulan, bahwa dalam kasus ini sang anak adalah pelaku sekaligus korban.
Perilaku yang dilakukannya tidak dapat dibenarkan sama sekali. Tetapi semua hal yang terjadi padanya adalah proses siklus sebab-akibat. Ketika kasus ini terjadi, kita tahu bahwa mental sang anak sangat terluka dengan perlakuan yang ia dapat selama di sekolah. Perasaan cemas, takut, dan marah menghantuinya sepanjang malam. Bahkan mungkin setiap hari ia bertanya-tanya dalam hati, apakah besok ia akan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan itu kembali?
Bukan hanya sekali kita melihat kasus bully, yang menyebabkan korban melakukan sesuatu berbahaya dan justru menjadikannya sebagai pelaku utama. Ratusan bahkan ribuan kasus sudah terpampang jelas. Ribuan anak menjadi korban dari kasus bully yang sering terjadi di lingkugan sekolah. Lagi-lagi ini menjadi pertanyaan besar untuk semua pihak, mengapa sekolah yang seharusnya menjadi tempat pendidikan karakter dan ilmu, kian rusak dengan banyaknya kasus bully? Apa selama ini sistem pendidikan kita hanya berfokus pada aspek penilaian teori, hingga mengesampingkan aspek perilaku?
Orang tua juga punya andil besar dalam hal mendidik dan membentuk karakter anak mereka, agar menjadi pribadi yang baik dan santun. Namun, beberapa orang tua mempercayakan sepenuhnya pendidikan dan perilaku anak pada sekolah. Tanpa mereka sadari, interaksi para orang tua dengan anak mereka sendiri adalah salah satu faktor pembentuk karakter. Perhatian dan respon yang mereka berikan juga merupakan faktor yang tidak dapat dikesampingkan untuk mental sang anak.
Pada akhirnya mereka menyalahkan anak yang tidak tahu harus berbuat apa. Tanpa pernah menyadari bahwa mereka juga menyebabkan sang anak melakukan hal demikian.
Mendidik dan membentuk katakter pada anak bukanlah perkara yang mudah. Orang tua dan guru/sekolah adalah dua dari sekian banyaknya faktor dalam pembentukan karakter anak. Ada baiknya setiap orang tua dan guru paham mengenai pentingnya peran mereka dalam hal pembentukan karakter. Serta memaksimalkan peran mereka sebagai contoh dan pebimbing untuk anak-anak. Karena perlakuan yang mereka berikan dan contohkan, menentukan seperti apa sang anak akan tumbuh di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H