Lihat ke Halaman Asli

Analisis Novel "Pulang" Karya Tere Liye

Diperbarui: 21 Februari 2018   16:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tere Liye memang telah dikenal masyarakat Indonesia bahkan mancanegara sebagai penulis novel yang sangat hebat. Pria kelahiran Lahat, 21 Mei 1979, telah mampu mengubah hidup banyak orang melalui dunia literasi yang ia ciptakan sedemikian rupa.

 Tere Liye yang memiliki nama asli Darwin ini dibesarkan dari keluarga petani di pedalaman Sumatera. Meskipun begitu, ia mampu menunjukkan bahwa dirinya bisa melampaui batas itu. Tere Liye sekarang berprofesi sebagai novelis dan pemateri dalam forum diskusi. Berbagai motivasi, inspirasi, dan semangat mampu ia lahirkan dari berbagai cerita yang ditulisnya dengan indah. Itu semua berkat pengalaman perjalanan hidup Tere Liye yang tidak begitu mudah. Ia menularkan pengalaman-pengalamannya itu lewat novel yang ia tulis, salah satunya Pulang.Tak hanya itu, beberapa novel karya Tere Liye juga pernah diangkat ke layar kaca , seperti Hafalan Surat Delisadan Moga Bunda Disayang Allah.

Tahun 2015 lalu tepatnya Bulan November, Tere Liye merilis novel barunya yang berjudul pulang. Akhir-akhir ini Tere Liye memang sangat suka memberi judul tulisannya dengan satu kata, seperti Rindu, Bumi, Bulan,dan Pulang. Namun, janganlah melihat suatu buku hanya dari judulnya atau halaman depannya, lihatlah isi dan makna yang ingin disampaikan oleh penulis. Buku yang tebalnya 400 halaman ini menyajikan sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.

Pulang, satu kata yang bisa diartikan ingin kembali ke tempat semula setelah merasa lelah, butuh tempat istirahat, dan penenang jiwa setelah semua urusan selesai. Pulang juga bisa diartikan kembali untuk mencari tempat perlindungan karena merasa terancam dan butuh bantuan berupa tempat yang nyaman. Sama halnya dengan novel Tere Liye ini, kembali pada tempat terakhir untuk mencari tempat istirahat setelah semua urusan selesai. Namun, kali ini bukanlah pulang dengan perjalanan seperti umumnya. Pulang kali ini adalah petualangan yang dilewati melalui perjuangan demi perjuangan, kejutan demi kejutan. 

Novel ini dimulai dengan ketegangan dimana Si Babi Hutanatau Bujang yang merupakan tokoh utama melawan monster menakutkan. Bujang tinggal di pedalaman Bukit Barisan, Sumatera. Ia tidak pernah sekalipun merasakan hangatnya bangku sekolah. Bujang memiliki orang tua yang sangatlah berbeda sifatnya antara satu sama lain. Samad adalah Ayah Bujang yang sangat kasar dan kuat karena dia berprofesi sebagai tukang pukul, sedangkan Midah sangat sayang kepada Bujang hingga tidak rela melepasnya.

Suatu pagi, 3 mobil dengan roda yang dipenuhi lumpur datang ke rumah Samad dengan maksud tertentu. Samad yang dalam kondisi sakit-sakitan tidak mampu membantu orang tersebut, lantas ia mengenalkan anaknya.  Bujang diajak oleh teman ayahnya, Tauke Muda, seorang penguasa shadow economy,untuk berburu babi hutan yang akhir-akhir itu meresahkan warga kampung sekitar. Bujang bukanlah anak yang penakut melainkan ia sangatlah berani terhadap apapun seperti ayahnya yang dulunya bekerja sebagai tukang pukul.

Bujang berkata, "Aku tidak takut. Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia, sedih, takut, jijik, dan kemarahan, aku hanya memiliki empat emosi. Aku tidak punya rasa takut." Begitu Tere Liye membuka cerita dengan amat elegan. (Bab 1)

 Sejak saat itulah, keberanian Bujang serasa seperti mendapatkan penyegaran.

Pada bab-bab berikutnya, mulailah diperkenalkan secara lebih mendalam tentang siapa tokoh Bujang itu serta orang-orang terdekatnya, seperti Basyir dan Frans. Saat Bujang dibawa oleh Tauke Muda ke kota, ia dibesarkan dan menjadi orang terdidik saat besar. Itu semua berkat guru asal Amerika bernama Frans yang perlahan lahan merubah Bujang menjadi anak jenius. Basyir merupakan seorang anak muda yang terobsesi menjadi seperti ksatria penunggang kuda suku Bedouin. 

Basyir memiliki badan yang besar dan tinggi karena ia keturunan orang Timur Tengah. Semua itu dijelaskan dalam halaman 94, "Frans si Amerika akan melatih kepalanya dan aku akan melatih fisiknya. Kita mendapatkan dua-duanya." Di akhir cerita, Basyir yang dulunya adalah teman baik Bujang, mengkhianati temannya sendiri karena ia ingin menggulingkan kekuasaan Keluarga Tong dalam hal shadow economy.

Novel yang beralur maju mundur ini terus mengajak pembaca menikmati keseruan cerita. Pertarungan demi pertarungan yang mengesankan. Juga perihal ekspansi Keluarga Tong yang perlahan merangkak naik level dari penguasa shadow economy tingkat provinsi menjadi penguasa shadow economy nasional bahkan internasional. Misal, bab 3 menceritakan tentang Bujang yang telah menjadi jagal dunia hitamseperti ayahnya dulu, sedangkan bab 4 menceritakan kesan pertama Bujang saat datang ke tempat Tauke Besar. Meskipun begitu, Tere Liye mampu membuat pembaca merasa tidak bingung karena selalu ada intrik menarik di dalamnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline