Lihat ke Halaman Asli

Teruntukmu Nama yang Entah Ku-kata

Diperbarui: 16 Juni 2017   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semasa ini, kutuliskan kisah dari kemasaman nurani. Agar ketika jasadku disebut mati, bunga yang ramah kupetik masihlah mekar mewangi-- Agar ketika jiwaku dilupa bumi, nama yang entah ku-kata teruslah hidup berpuisi.

Seutuh wajah keabadian malam, di setiap hari, kupandangi ladang di ruang ingatan. Nampak paras senyummu, jelas melambaikan asa-asa. Walau tak sedikit mereka yang mengaku manusia berkata : tak mungkin ada nyala bahagia di ujung sana-- atau, hanyalah redup sinaran lentera esok dalam airmata.

Teruntukmu, nama yang entah ku-kata. Di kematangan rahsamu, senjanya tak urung meneduhkan, langitnya menyerupa pelita kemenangan, udarapun mengalir penuh kemanfaatan, hingga tak mudah birunya garis bibirku sanggup memaafkan-- dan adalah sajak-sajak sunyiku yang kelak di-sejarahkan.

Di batas sebelum petang menyapa gerak napas ini, hangatku seakan menyublim tipis, menggambar gemawan yang kian sinis-- mengeja sepucuk surat dari kebenaran takdir bersamamu, mengubah mimpi jadi batu-- merayakan kesedihan yang penciptanya tak lain : aku.

Jakarta, 16062017

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline