Lihat ke Halaman Asli

Puisi di Matamu

Diperbarui: 11 Juli 2016   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selalu saja menyejukkan, melihat cara langit membentangkan sayap-sayap jingganya. Sama menyejukkan ketika bayang seraut gadis berkhimar, penuh kalam kasih sederhana, datang menjajaki lamunanku dengan warna-warni cinta.

Mulanya, sederetan gemawan di ujung maghrib dunia terasa biasa. Sampai sesak napas kerinduan kembali pada ingatan, melukis sebentuk permintaan rahasia hati yang harus ku-tuntaskan, kemudian nampaklah senja yang menakjubkan dari sentuhan mata pena yang masih erat kugenggam.

Ada sederetan puisi cinta yang tak terbantah, tatkala lingkar matang mentari dipangku reranting pohon Waru. Ada kenisbian waktu yang menunjuk istimewa, menuntun segala hasrat di jiwa, untuk menempatkan citra layaknya kerinduan, menghenti sejenak keharuan, dan menikmati bait-bait lamunan di bawah langit senja tak berkawan.

Selalu saja, aku menantikan akhir dari setiap wajah pagi, agar tiada lagi keraguan di ruang riang hati, sebab sejatinya cinta tlah melebur ke wujud senja, menjelma serangkaian aksara syahdu yang kutulis sebagai puisi di matamu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline