Sudah sering kita mendengar, melihat dan mungkin merasakan, bahwa masa pandemi ini membuat orang benar benar seperti berada dalam lingkaran setan yang tiada habisnya. Kenapa demikian? Karena kita tidak tahu kapan ini akan berakhir. Banyak orang mengatur strategi untuk tetap bisa bertahan dalam situasi tidak menentu ini.
Permasalahan yang muncul tidak saja dalam segi ekonomi, tetapi juga masalah masalah psikologis yang timbul dengan sendirinya, dimana sebelumnya bukan merupakan permasalahan serius. Apa itu? Salah satunya adalah Permasalahan mengisi waktu luang anak -- anak yang demikian panjang di rumah.
Selama masa pandemi, ketika hampir semua sekolah memberlakukan sekolah daring, SFH alias school From Home, banyak orang tua kalang kabut. Bagaimana membagi waktu dengan memberikan perhatian kepada anak anak mereka yang masih kecil, yang belum bisa mandiri. Para orang tua ini harus berperan sebagai guru ,mentor dan sekaligus teman bermain bagi anak-anak
Saat ini, anak anak sudah sangat familiar dengan gawai. Situasi pandemi menuntut alokasi waktu penggunaan gawai yang lebih besar, karena penyelesaian tugas sekolah, komunikasi dengan orang lain dan aktifitas bermain dilakukan seluruhnya lewat gawai, sehingga aturan pembatasan penggunaan gawai menjadi sulit diterapkan. Lalu kapan anak anak ini lepas dari gawainya?
Sementara kita tahu persis, gawai memiliki banyak pengaruh negatif ketika penggunaannya tidak bijaksana. Tetapi apa mau dikata? Anak tidak boleh banyak keluar rumah, sementara orang tua juga masih harus bekerja meski dari rumah. Lalu apa yang bisa kita lakukan agar anak-anak tetap bahagia, sejahtera secara psikologis meskipun dengan keterbatasan yang ada?
Dunia anak-anak adalah dunia bermain dan bermain adalah kebutuhan anak-anak. Menurut Rogers dan Sawyer's ( Iswinarti, 2010), hingga pada anak usia sekolah, bermain bagi anak memiliki arti yang sangat penting, yaitu meningkatkan kemampuan problem solving, menstimulasi perkembangan bahasa dan kemampuan verbal, mengembangkan keterampilan sosial, dan merupakan wadah pengekspresian emosi. Tetapi haruskah kita membiarkannya untuk semakin akrab bermain dengan gawainya ketika mereka tidak bisa keluar rumah?
Nilai positif permainan tradisional
Permainan permainan tradisional memang serasa hampir punah keberadaannya karena tergerus oleh permainan permainan modern yang serba digital. Padahal, sebenarnya permainan tradisional justru banyak yang memberikan stimulasi bagi perkembangan anak dengan lebih optimal. Banyak orang tua tidak terpikir untuk menggunakan permainan tradisional bagi anak anaknya.
Dari pengalaman praktek penulis selama masa pandemi, rata -- rata orang tua yang memiliki anak usia sekolah mengeluh bagimana harus mengatasi kejenuhan anak anak mereka. Orang tua mengeluh menjadi sangat sulit mengatasi perilaku anak anak akibat tidak boleh keluar rumah untuk sekedar berkumpul dan bermain dengan teman temannya.
Orang tua pun merasa sudah sangat bosan dan dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Mereka datang berkonsultasi dengan membawa anak mereka seperti membawa barang yang rusak dan minta diperbaiki. Hmm .... padahal tidak seperti itu kan seharusnya. Karena didalam keluarga tentu semua memiliki andil untuk membuat kenyamanan bersama.
Salah satu upaya memperbaiki situasi dengan memanfaatkan permainan -- permainan tradisional ternyata sangat membantu. Anak anak banyak yang tidak mengenal berbagai permainan tradisional, dan ketika dikenalkan, mereka senang lho. Tentu pemilihannya disesuaikan dengan minat anak. Apakah anak anak itu suka tantangan, tekun, atau menyukai kegiatan yang banyak bergerak, dsb. Meskipun pada akhirnya semua permainan dapat diajarkan untuk menstimulasi anak sesuai dengan kebutuhan.