Pater Dr. Budi Kleden, SVD., pastor rendah hati
*terpilih jadi Uskup Keuskupan Agung Ende
Kehadiran pater Budi Kleden, sapaan bagi Dr. Paulus Budi Kleden, SVD, seorang pastor Katolik, Pemimpin Umum (=Superior Jenderal) sebuah organisasi keagamaan tingkat dunia bernama SVD1 dan kini terpilih menjadi uskup Keuskupan Agung Ende-Flores di sebuah Diskusi Panel tingkat kecamatan Bola, kabupaten Sikka awal Juni 2006 silam sungguh menandakan bahwa beliau seorang yang sangat rendah hati.
Dosen mata kuliah Teologi Politik untuk program Magister, selain mata kuliah Eklesiologi, Postmodernisme dan Teodicea di Sekolah Tinggi Fislafat Katolik (kini Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif) Ledalero-Maumere itu rela menempuh jarak hampir 50 km arah selatan Maumere hanya untuk memenuhi undangan diskusi di sebuah SMP di kampung.
Saat itu, kondisi jalan belum sebagus saat ini, belum ada listrik PLN dan belum ada air leding. Kecamatan Bola pun belum mekar; belum ada kecamatan Mapitara dan kecamatan Doreng seperti sekarang. Kenangan itu masih tetap segar dalam ingatan kami orang Bola, terutama keluarga besar SMP Negeri 2 Bola di kampung Habiola, desa Waihawa.
Ketika itu keluarga besar SMP Negeri 2 Bola, kecamatan Bola, kabupaten Sikka, NTT tengah mengadakan diskusi panel bertajuk "Kiat-kiat Mengelola Sekolah Di Daerah Terpencil: antara harapan dan tantangan" sebagai kegiatan pembuka dalam suatu rangkaian kegiatan bersama kegiatan LDK-OSIS dan KMD2) Pramuka. Kadis Pendidkan3) kabupaten Sikka, anggota DPRD Sikka, Dewan Pendidikan Sikka serta NTT-Pep perwakilan Sikka diundang saat itu. Juga camat Bola, para tokoh masyarakat, pimpinan sekolah-sekolah se-kecamatan, ketua Komite dan perwakilan orang tua.
Hadir sebagai peninjau/pengamat kala itu, beliau memberikan banyak masukan untuk pengelolaan sekolah di daerah terpencil itu. Pesan pentingnya saat itu adalah jangkau semua mereka yang masih amat tertinggal dan fasilitasi mereka karena mereka itu amat rentan. Serba terbatas sehingga amat sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar sekalipun.
Guyonannya yang masih membekas hingga kini adalah sapaannya untuk para panelis saat itu. Kepada tiga panelis saat itu, Drs. Frans Sura, MM (Kadis Pendidikan)4), Ir. Henny Doing (anggota DPRD Sikka), dan Alot Andreas, S.Pd (Kepala SMPN 2 Bola), Pater Budi sapa dengan istilah para "Pak Nelis-Pak Nelis" sebelum menyampaikan masukannya sebagai peninjau/pengamat. Pada dasarnya, beliau mengapresiasi langkah sekolah balita saat itu (berdiri tahun 2002) untuk mengajak berbagai pemangku kepentingan guna mendiskusikan, mencoba mendekatkan persepsi demi mendapatkan kesatuan pemahaman dalam menata proses pendidikan di daerah yang masih kurang dalam banyak hal saat itu.
Hadiri undangan serupa sebelumnya
Sebelumnya, dalam kegiatan-kegiatan diskusi di tempat lain pun beliau hadiri, sepanjang tidak bertabrakan dengan kegiatan utama beliau sebagi dosen. Banyak orang tahu tentang hal itu. Kebetulan, sejak 2004, kami, alumni Universitas Katolik Widya Mandira-Kupang (Unwira-Kupang)5) di Sikka selalu mengundang beliau dalam setiap diskusi kami. Kami tahu beliau pasti banyak mendapat undangan dari berbagai institusi di berbagai level hingga level international. Hanya uniknya, beliau selalu bisa hadir untuk kami dalam kegiatan diskusi kami.
Kesan sederhana dan rendah hati itu terbentuk dalam benak kami melihat ketersediaan waktu beliau yang, seolah, selalu hanya untuk kami. Padahal pasti jadwal kegiatan kami itu kebetulan bersamaan dengan waktu beliau yang pas lowong saat itu. Memang betul beda bila kita bandingkan dengan orang-orang sibuk lainnya yang lebih banyak tidak bisa punya waktu luang untuk kita. Kesan sederhana dan rendah hati juga karena beliau jadi begitu dekat dengan kita di banyak kesempatan seperti orang dekat kita, sekampung; sehingga tinggal kita panggil saja, dengan gampang, pasti sekejap juga datang. Sebegitunya!